Dalam kehidupan sehari-hari, kita bersentuhan dengan berbagai material kaca, tetapi hanya sedikit orang yang memikirkan ilmu di balik material ini. Kaca adalah zat yang khas dengan sifat transformasi yang unik, terutama saat berubah dari satu keadaan ke keadaan lain. Fenomena ini disebut perpindahan kaca, atau transisi kaca, dan merupakan proses bertahap dan reversibel yang terjadi pada material amorf dari keadaan "seperti kaca" yang keras dan rapuh menjadi keadaan kental saat suhu meningkat. Keadaan kental atau kenyal.
Proses transformasi kaca merupakan fenomena misterius karena bahkan dalam kisaran suhu hingga 500 K, transformasi ini tidak menyebabkan perubahan signifikan pada struktur material.
Suhu transisi kaca Tg merupakan parameter penting yang menggambarkan kisaran suhu transisi ini. Suhu ini selalu lebih rendah daripada titik leleh Tm dari keadaan kristal karena kaca pada dasarnya merupakan keadaan energi yang lebih tinggi. Banyak plastik kaku, seperti polistirena dan polimetil metakrilat, biasanya memiliki Tg sekitar 100 °C. Ini berarti bahwa plastik tersebut tetap padat di bawah suhu ini dan menjadi lebih lunak dan lebih fleksibel di atas suhu ini.
Penerapan elastomer karet seperti poliisoprena dan poliisobutilena justru sebaliknya. Bahan-bahan ini digunakan dalam keadaan di atas Tg-nya, di mana bahan tersebut tampak lunak dan fleksibel. Struktur ikatan silang seperti itu mencegah aliran bebas molekul, sehingga karet dapat mempertahankan bentuk tetap pada suhu ruangan.
Meskipun sifat fisik kaca berubah, transisi kaca tidak dianggap sebagai perubahan fase, melainkan fenomena dinamis yang bergantung pada riwayat termal.
Pada banyak bahan, ketika proses pembekuan konvensional digantikan oleh pendinginan cepat, transisi fase kristal dihindari dan keadaan seperti kaca langsung terbentuk. Bahan-bahan tersebut memiliki kemampuan membentuk kaca, yaitu kemampuan untuk tetap berada dalam keadaan amorf saat didinginkan dengan cepat. Sifat ini terkait dengan komposisi bahan dan dapat diprediksi oleh teori kekakuan. Pertanyaan berikutnya adalah, dapatkah struktur bahan yang tetap dalam keadaan seperti kaca semakin mengendur seiring waktu?
Kaca mengubah struktur secara perlahan dalam rentang transformasinya. Bahkan pada suhu yang lebih rendah, konfigurasi kaca akan relatif stabil, sementara struktur banyak bahan akan cenderung ke keadaan kesetimbangan termal setelah sejumlah pemanasan atau pendinginan. Proses ini menunjukkan prinsip dasar minimisasi energi bebas Gibbs dan memberikan gaya penggerak dinamis yang memungkinkan struktur kaca berubah seiring waktu.
Banyak peneliti percaya bahwa kaca memiliki keadaan terkunci secara dinamis di mana entropi dan kepadatannya bergantung pada riwayat termalnya, dan bahwa keadaan ini tidak akan mencapai kesetimbangan termal.
Dalam hal transisi kaca, terdapat pula paradoks Schrödinger, yaitu, saat cairan mengalami superdingin, perbedaan entropi antara fase cair dan fase padat menurun, dan suhu saat perbedaan entropi menjadi nol dapat disimpulkan. Suhu ini dinamakan suhu Kauzmann. Hal ini memunculkan gagasan bahwa cairan dapat mengkristal sendiri sebelum mencapai suhu ini. Banyak hipotesis yang berupaya menjelaskan paradoks Kauzmann menawarkan perspektif berbeda tentang sifat transisi kaca.
Dari penelitian yang lebih baru, definisi suhu transisi kaca tidak seragam dan dipengaruhi oleh standar yang berbeda. Hasilnya dapat menghasilkan nilai yang berbeda dalam keadaan yang berbeda. Namun, saat melakukan pengukuran ini, laju pendinginan atau pemanasan dapat memengaruhi nilai Tg yang diukur secara signifikan. Menjelajahi fenomena transisi kaca dalam ruangan membuat kita bertanya-tanya, apakah ada cara yang lebih cerdik untuk memahami alasan yang mendasari fenomena ini?