Dengan meningkatnya permintaan global akan energi terbarukan, sel bahan bakar mikroba (MFC) secara bertahap menunjukkan potensinya untuk mengubah limbah menjadi listrik. Teknologi ini telah menarik perhatian luas dari komunitas ilmiah dan industri karena bagaimana ia menggunakan proses metabolisme mikroorganisme untuk mengubah limbah organik menjadi listrik. Sel bahan bakar mikroba tidak hanya dapat digunakan untuk pembangkitan listrik, tetapi juga memainkan peran penting dalam pengolahan air dan pemulihan lingkungan, yang membuat orang bertanya-tanya bagaimana ini dicapai?
Sel bahan bakar mikroba adalah perangkat yang menghasilkan arus listrik melalui reaksi redoks mikroba. Reaksi ini terjadi antara anoda dan katoda baterai, dan elektron mengalir melalui sirkuit eksternal, menghasilkan arus listrik.
Prinsip kerja sel bahan bakar mikroba didasarkan pada proses metabolisme mikroorganisme. Dalam kondisi anaerobik, ketika mikroorganisme mencerna bahan organik seperti gula, karbon dioksida, ion hidrogen dan elektron diproduksi. Elektron yang dihasilkan ini ditransfer ke anoda, yang terhubung ke sirkuit eksternal, sehingga menghasilkan arus listrik. Reaksi metabolisme mikroorganisme tidak hanya dapat menghasilkan listrik, tetapi juga mendorong penguraian polutan organik, sehingga mencapai pengurangan limbah dan pemanfaatan sumber daya.
Konsep sel bahan bakar mikroba dapat ditelusuri kembali ke awal abad ke-20. Pada tahun 1911, ahli mikrobiologi Michael Clay Potter pertama kali mengusulkan penggunaan mikroorganisme untuk menghasilkan listrik. Dengan kemajuan teknologi, sel bahan bakar mikroba bebas mediator mulai muncul pada tahun 1970-an. Sel-sel ini menggunakan bakteri yang aktif secara elektrokimia untuk secara langsung mentransfer elektron ke anoda. Teknologi ini selanjutnya mendorong penerapan sel bahan bakar mikroba dalam pengolahan air limbah dan pemulihan energi.
Sel bahan bakar mikroba memiliki potensi untuk pembangkitan listrik dengan kebutuhan daya rendah, terutama dalam aplikasi seperti jaringan sensor nirkabel. Sensor nirkabel ini dapat digunakan untuk pemantauan jarak jauh dan tidak memerlukan penggantian baterai secara berkala, yang sangat penting di beberapa area yang sulit dijangkau.
2. Pengolahan air limbahSel bahan bakar mikroba dapat digunakan dalam pengolahan air limbah untuk tidak hanya meningkatkan kualitas air tetapi juga menghasilkan listrik dalam prosesnya. Teknologi ini menggunakan prinsip pencernaan anaerobik untuk menghilangkan polutan organik dari air secara efektif, menjadikannya solusi yang layak untuk mengolah air limbah di pabrik.
Sel bahan bakar mikroba semakin banyak digunakan dalam pemulihan lingkungan, di mana mereka dapat secara bersamaan menghasilkan listrik dan mendegradasi polutan, menciptakan pendekatan pemulihan yang berkelanjutan.
Melalui aksi mikroorganisme yang aktif secara elektrolitik pada anoda MFC, mikroorganisme ini dapat menguraikan polutan organik dan secara efektif meningkatkan kualitas lingkungan. Terutama dalam pembuangan logam berat dan nutrisi, sel bahan bakar mikroba sedimen (SMFC) menunjukkan keunggulan khusus. Hal ini membuat sel bahan bakar mikroba memainkan peran yang semakin penting dalam perlindungan lingkungan.
Seiring dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang teknologi sel bahan bakar mikroba, potensi penerapannya dalam pemulihan sumber daya, pembangkitan energi, dan perlindungan lingkungan menjadi semakin nyata. Saat kita menatap masa depan, ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri: Dapatkah teknologi mengubah sampah menjadi listrik ini memberikan harapan baru untuk memecahkan krisis energi global?