Berdasarkan kerangka hukum internasional saat ini, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) merupakan lembaga utama yang bertanggung jawab untuk menyelidiki kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida. Akan tetapi, kewenangannya penuh dengan misteri dan kontroversi. Apakah pengadilan ini memiliki cukup kekuatan dan sumber daya untuk menjalankan misinya? Di tengah tantangan dan perselisihan yang terus berlanjut mengenai otonomi nasional, bagaimana ICC dapat mempertahankan perannya dan meminta pertanggungjawaban para penjahat perang yang tidak bermoral?
Mahkamah Pidana Internasional dirancang untuk memastikan bahwa individu yang melakukan kejahatan paling serius tidak dapat lolos dari sanksi, terlepas dari identitas atau status mereka.
Sejak didirikan, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh Mahkamah Pidana Internasional adalah bagaimana menjalankan yurisdiksinya. Berdasarkan Statuta Roma, yurisdiksi ICC terbatas pada kejahatan yang dilakukan di negara-negara anggota yang telah menandatangani perjanjian tersebut, atau dalam kasus-kasus yang dirujuk oleh Dewan Keamanan PBB. Artinya, jika suatu negara menolak mengakui yurisdiksi ICC, pengadilan tersebut tidak akan dapat mengadili para pelaku kejahatan di negara tersebut.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, empat kejahatan utama yang ditangani oleh ICC meliputi kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, genosida, dan kejahatan agresi. Definisi dan cakupan kejahatan ini telah berulang kali ditinjau dan dibahas oleh para sarjana hukum dan masyarakat internasional.
“Kejahatan terhadap kemanusiaan mengacu pada serangan yang meluas atau sistematis terhadap penduduk sipil, sementara kejahatan perang lebih berfokus pada pelanggaran hukum yang terjadi selama perang.”
Dalam hal kejahatan terhadap kemanusiaan, definisi ICC sangat inklusif, termasuk pembunuhan, penyiksaan, penghilangan paksa, dan tindakan lainnya. Tindakan ini merupakan kejahatan baik yang terjadi dalam perang maupun di masa damai. Sebaliknya, genosida memerlukan niat yang lebih eksplisit untuk menghancurkan kelompok tertentu.
Definisi intrusi ilegal sama rumitnya. Para ahli hukum pada umumnya percaya bahwa tindakan yang melanggar kedaulatan negara lain, seperti agresi, memperparah kerusakan kejahatan perang dan juga dapat dianggap sebagai pelanggaran berat hukum internasional. Pengaburan batas ini membuat ICC menghadapi kontradiksi dan tantangan ketika menangani kasus-kasus tertentu.
Selain kompleksitas ruang lingkup hukum, salah satu tantangan paling signifikan dalam praktik penegakan hukum Mahkamah Pidana Internasional adalah kemauan pemerintah nasional untuk bekerja sama. Banyak pemerintah yang skeptis terhadap mandat ICC dan bahkan, dalam beberapa kasus, secara tegas menolak untuk bekerja sama dengan penyelidikan atau penuntutan ICC, yang mengakibatkan banyak kasus tidak terselesaikan.
“Kemauan semua negara untuk bekerja sama merupakan jaminan penting untuk memastikan keberhasilan ICC. Tanpa kerja sama, efektivitas pengadilan akan sangat dibatasi.”
Selain itu, pendanaan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi ICC juga menimbulkan kesulitan bagi operasinya. Menghadapi peningkatan jumlah kasus, kurangnya dana dan sumber daya manusia yang memadai telah membuat efisiensi dan efektivitas ICC dipertanyakan. Bahkan, persidangan ICC atas banyak kasus besar sering tertunda karena kurangnya sumber daya.
Ambil contoh penjahat perang di Serbia. ICC telah mengeluarkan surat perintah penangkapan dan belum dapat membawa mereka ke pengadilan untuk diadili. Ini sepenuhnya menunjukkan betapa sulitnya mengandalkan konsensus dan kerja sama internasional untuk mengejar penuntutan penjahat perang dalam realitas internasional saat ini.
Untungnya, ketika masyarakat internasional semakin mementingkan konsep hak asasi manusia dan keadilan, ICC terus mempromosikan penyelidikan penjahat perang sampai batas tertentu. Misalnya, banyak lembaga internasional, dalam kemitraan dengan organisasi non-pemerintah, bekerja untuk meningkatkan kesadaran publik tentang kejahatan perang dan konsekuensinya, sehingga meningkatkan dukungan untuk ICC.
“Meningkatkan kesadaran publik dan edukasi tentang kejahatan perang adalah kunci untuk mendukung Mahkamah Pidana Internasional dalam menjalankan misinya.”
Namun, jalan menuju akuntabilitas bagi para penjahat perang masih panjang. Menghadapi situasi internasional yang terus berubah dan penafsiran serta penerapan hukum internasional, bagaimana ICC akan menghadapi tantangan ini dan mempertahankan statusnya di masa mendatang? Ketika kita mengamati situasi aktual di komunitas internasional, berapa banyak orang yang akan mendukung lembaga semacam itu untuk menghadapi kontradiksi yang nyata?