Sistem penentuan jenis kelamin telah lama menjadi topik yang menarik dalam biologi, terutama ketika kita berbicara tentang perbedaan antara berbagai organisme. Teks kuno dan penelitian ilmiah modern telah memberi kita pemahaman yang lebih mendalam tentang pembentukan jenis kelamin.
Sistem penentuan jenis kelamin XY ditemukan terutama pada banyak mamalia, termasuk manusia dan beberapa serangga. Menurut sistem ini, jenis kelamin biasanya ditentukan oleh sepasang kromosom seks. Dalam sebagian besar kasus, perempuan memiliki dua kromosom seks yang identik (XX), sedangkan laki-laki memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y (XY).
Dalam sistem ini, keberadaan kromosom Y adalah kunci untuk memicu perkembangan laki-laki. Jika kromosom Y hilang, janin akan berkembang di sepanjang jalur perempuan, seperti yang terlihat pada sindrom Swyer dan sindrom de la Chapelle, yang umum terjadi pada manusia.
Semua hewan memiliki lokasi dalam DNA mereka yang mengkode gen, dengan kromosom X dan Y yang terspesialisasi dalam penentuan jenis kelamin pada banyak spesies. Pada sebagian besar mamalia, jenis kelamin ditentukan oleh satu atau lebih gen pada kromosom Y. Dalam proses ini, kombinasi kromosom X dan kromosom Y menentukan jenis kelamin keturunannya, biasanya karena beberapa gen pada kromosom Y yang bertanggung jawab atas jenis kelamin laki-laki.
Misalnya, keturunan dengan dua kromosom X (XX) akan mengembangkan karakteristik perempuan, sedangkan keturunan dengan satu kromosom X dan satu kromosom Y (XY) akan mengembangkan sifat laki-laki.
Sistem jenis kelamin XY manusia dan mamalia lainnya secara struktural serupa, terutama pada gen yang menentukan jenis kelamin. Sejak awal tahun 1930-an, penelitian oleh Alfred Jost menunjukkan bahwa keberadaan testosteron diperlukan untuk perkembangan pria. Kemudian ditemukan bahwa gen SRY pada kromosom Y memainkan peran kunci dalam mendorong embrio memasuki jalur perkembangan pria.
Di kerajaan tumbuhan, meskipun sistem penentuan jenis kelamin XY relatif jarang ada, ada banyak tanaman penting seperti buah kiwi dan anggur yang memiliki sistem ini. Penelitian menunjukkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin XY telah berevolusi secara independen sebanyak 175 kali di berbagai spesies tumbuhan.
Selain sistem XY yang paling terkenal, ada berbagai sistem penentuan jenis kelamin lainnya di kerajaan hewan. Sistem ZW adalah salah satunya. Pada banyak burung dan serangga, betina adalah heterozigot (ZW), sedangkan jantan adalah zigot dengan jenis kelamin yang sama (ZZ). Selain itu, ada beberapa serangga yang menggunakan sistem haploid, dengan jantan hanya memiliki satu salinan kromosom (X) dan betina memiliki dua salinan (XX).
Selain penelitian pada tingkat genetik, faktor lingkungan juga memainkan peran penting dalam penentuan jenis kelamin. Misalnya, kadar hormon ibu dapat memengaruhi rasio jenis kelamin keturunan. Penelitian terkini menunjukkan bahwa lapisan transparan pada permukaan sel telur tidak hanya bertindak sebagai penghalang bagi sperma, tetapi juga dapat memengaruhi sperma mana yang lebih mungkin memasuki sel telur.
Sel telur manusia dapat menghasilkan zat kimia yang menarik sperma tertentu, yang menunjukkan bahwa proses penentuan jenis kelamin lebih rumit daripada yang kita duga.
Konsep awal, seperti keyakinan Aristoteles bahwa suhu sperma pria memengaruhi jenis kelamin embrio, dan penemuan modern bahkan dapat ditelusuri kembali ke awal abad ke-20. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan, faktor-faktor yang menentukan jenis kelamin secara bertahap dieksplorasi, termasuk penemuan gen SRY, yang memajukan pemahaman kita tentang perkembangan jenis kelamin.
Studi tentang penentuan jenis kelamin tidak hanya mencakup pengaruh gen, tetapi juga meluas ke pengaruh interaktif faktor lingkungan, yang memungkinkan kita untuk berpikir lebih dalam tentang kompleksitas kehidupan. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan, kita akan memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang misteri biologis ini di masa depan dan lebih jauh mengeksplorasi bagaimana jenis kelamin ditentukan dalam berbagai organisme.