Moralitas adalah sistem pengelompokan niat, keputusan, dan tindakan menjadi yang pantas atau benar dan yang tidak pantas atau salah.
Asal usul moralitas dapat ditelusuri kembali ke aktivitas sosial manusia, yang memenuhi kebutuhan kelangsungan hidup kelompok. Sebagai salah satu landasan masyarakat manusia, fungsi moralitas tidak hanya untuk menjaga ketertiban sosial, tetapi juga berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan emosi dan perilaku satu sama lain. Ketika mengeksplorasi hakikat moralitas, kita tidak dapat tidak bertanya: Mengapa begitu penting bagi manusia untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat? Ini adalah pertanyaan yang layak untuk dipikirkan secara mendalam.
Dalam filsafat, etika biasanya dianggap sebagai disiplin ilmu yang mempelajari masalah moral. Etika tidak hanya mengeksplorasi bagaimana individu membentuk konsep moral mereka, tetapi juga berfokus pada penilaian yang dibuat oleh masyarakat secara keseluruhan di bidang moral. Menurut klasifikasi etika, etika terutama dibagi menjadi etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif meneliti nilai-nilai moral masyarakat, sedangkan etika normatif berusaha mengidentifikasi aturan-aturan khusus perilaku moral.
Moralitas tidak selalu mutlak, dan standar moral dapat sangat bervariasi di berbagai budaya dan masyarakat.
Misalnya, budaya jelas berbeda dalam pandangan mereka tentang perilaku yang dapat diterima, seperti perceraian, perzinahan, homoseksualitas, dan perjudian. Sebuah studi PEW tahun 2014 menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam tingkat penerimaan isu-isu moral ini di berbagai negara, yang selanjutnya menggarisbawahi konsep relativisme moral. Menurut teori ini, nilai-nilai moral tertentu hanya berlaku dalam konteks budaya atau sosial tertentu, yang mengharuskan kita untuk mempertimbangkan dengan cermat perbedaan nilai-nilai ketika membandingkan budaya yang berbeda.
Para kritikus telah mengajukan keberatan terhadap relativitas moral ini. Mereka menunjukkan bahwa beberapa kekejaman sepanjang sejarah, seperti pembunuhan bayi, perbudakan, atau genosida, tidak dapat dijelaskan hanya melalui sudut pandang budaya. Pandangan ini menggugah pikiran karena menantang apakah kita harus sepenuhnya menerima nilai-nilai dan makna moral yang ditimbulkan oleh perbedaan budaya.
Beberapa ahli biologi, antropologi budaya, dan psikolog evolusi telah menyatakan bahwa evolusi norma-norma moral yang berbeda untuk kelompok dalam dan kelompok luar memiliki akar biologis.
Dalam psikologi evolusi, beberapa sarjana percaya bahwa moralitas adalah produk evolusi. Pandangan ini berpendapat bahwa perilaku moral tertentu dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan keberhasilan reproduksi individu dan kelompok mereka. Misalnya, ikatan erat antara ibu dan keturunan dianggap sebagai hasil seleksi genetik karena meningkatkan peluang keturunan untuk bertahan hidup. Demikian pula, penelitian telah menunjukkan bahwa teori sosiobiologi juga mencoba menjelaskan bagaimana perilaku moral manusia berevolusi di kerajaan hewan untuk meningkatkan kerja sama dan keharmonisan dalam kelompok.
Meskipun teori-teori ini memberikan informasi yang berhargaWawasan, proses perkembangan moral manusia tetaplah kompleks. Misalnya, psikolog seperti Lawrence Kohlberg mengajukan teori perkembangan moral yang menekankan bahwa moralitas dikembangkan melalui berbagai fase yang terbentuk secara bertahap. Kombinasi emosi dan teori memainkan peran penting dalam proses ini, terutama dalam konteks interaksi dengan orang lain.Moralitas berkembang dari hubungan antarpribadi, terutama hubungan saling bergantung, yang persis seperti yang ditekankan oleh etika kepedulian.
Persinggungan antara psikologi dan filsafat juga memberi kita pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana perilaku yang berbeda dapat dilihat sebagai etis atau tidak etis. Psikolog sosial seperti Martin Hoffmann dan Jonathan Haidt berfokus pada peran perkembangan sosial dan emosional dalam moralitas, khususnya peran empati. Studi-studi ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan kemampuan kognitif seseorang dalam pengambilan keputusan moral memiliki dampak yang mendalam pada penilaian moral mereka.
Yang lebih menarik lagi adalah bahwa proses pembentukan penilaian moral ini bukanlah proses tunggal, melainkan multifaset. Situasi moral yang berbeda dapat menyebabkan perubahan dalam proses berpikir, sehingga memengaruhi keputusan perilaku akhir. Karena alasan ini, ketika mengeksplorasi moralitas, kita tidak dapat mengabaikan pengaruh latar belakang budaya, struktur sosial, dan pengalaman individu.
Moralitas bukan hanya interaksi antara individu dan masyarakat, tetapi juga eksplorasi keberadaan manusia itu sendiri dan kemungkinan masa depan. Setiap generasi perlu belajar dari kearifan para pendahulunya dan memikirkan kembali apa itu keadilan dan kebaikan berdasarkan lingkungan sosial saat ini. Di era digital saat ini, banyak dilema etika baru telah muncul. Misalnya, dengan perkembangan teknologi baru seperti kecerdasan buatan dan penyuntingan gen, bagaimana manusia harus memutuskan perilaku yang benar? Pertimbangan ini akan menentukan arah moralitas di masa depan. 」
Oleh karena itu, mari kita pikirkan hal ini: Dalam masyarakat yang berubah dengan cepat saat ini, bagaimana kita dapat menjunjung tinggi nilai-nilai inti moralitas dan mempertimbangkan keragaman berbagai budaya dan masyarakat untuk membimbing kita menuju masa depan yang lebih baik?