Perang Bosnia (1992-1995) adalah konflik bersenjata internasional yang dipicu oleh campuran faktor-faktor yang kompleks yang terus membentuk tatanan politik dan sosial di wilayah tersebut. Perang tersebut berakhir dengan Perjanjian Dayton pada tanggal 14 Desember 1995, tetapi banyak peristiwa yang memilukan, terutama pembantaian Srebrenica, masih terukir dalam ingatan kolektif bangsa Bosnia. Namun, apa penyebab sebenarnya dari tragedi ini?
Perang tersebut dikenal karena hancurnya kehidupan setiap warga sipil dan dampaknya pada struktur sosial setempat. Rangkaian peristiwa ini bukan hanya merupakan hasil dari konflik etnis, tetapi juga hasil dari kombinasi berbagai faktor historis.
Perang Bosnia terjadi selama disintegrasi Yugoslavia, pada saat ketegangan antara berbagai kelompok etnis meningkat. Setelah kemerdekaan Slovenia dan Kroasia pada tahun 1991, Bosnia dan Herzegovina mulai merencanakan proses kemerdekaannya sendiri. Menurut sensus tahun 1991, kelompok etnis utama di Bosnia meliputi Muslim Bosniak (44%), Serbia Ortodoks (32,5%), dan Kroasia Katolik (17%). Sifat multietnisnya menjadi dasar konflik. .
Pada tanggal 29 Februari 1992, Bosnia berhasil mengadakan referendum kemerdekaan. Meskipun langkah ini ditentang oleh Serbia Bosnia, peristiwa ini menandai dimulainya Perang Bosnia. Serbia kemudian mendeklarasikan berdirinya "Republik Bosnia Serbia" dan segera melancarkan operasi bersenjata terhadap Muslim dan Kroasia.
Sementara sentimen nasionalis telah memicu pertumpahan darah, konflik ini telah ditandai oleh perebutan tanah, kekuasaan, dan penentuan nasib sendiri yang telah memecah belah wilayah tersebut.
Perang Bosnia adalah perang yang ditandai dengan pembersihan etnis, pertempuran brutal, dan pemboman tanpa pandang bulu. Terutama selama pengepungan Sarajevo, penduduk kota itu sangat menderita. Meskipun pasukan Serbia awalnya memiliki keunggulan dalam persenjataan dan sumber daya, keseimbangan perlahan bergeser saat penyatuan Kroasia dengan Bosnia menjadi kenyataan.
Selama periode ini, dukungan eksternal terus meningkat. Misalnya, Pakistan terus menyediakan senjata bagi Muslim Bosnia meskipun ada embargo PBB, yang semakin memperburuk situasi. Sekitar 20.000 orang di timur laut kemudian diberikan status pengungsi setelah pengamatan PBB membuat upaya itu menjadi sia-sia.
Perang akhirnya berakhir pada tahun 1995 dalam serangkaian perundingan damai yang diselenggarakan oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Pada tahun-tahun sejak Perjanjian Damai Dayton, Mahkamah Internasional terus mengadili kejahatan perang yang dilakukan selama konflik, menghukum puluhan pelaku hingga saat ini. Akibat tragis dari perang ini bukan hanya meningkatnya jumlah korban tewas, tetapi juga fakta bahwa pada puncaknya di tahun 2008, diperkirakan lebih dari 100.000 orang tewas.
Perang bukan hanya bentrokan senjata, tetapi juga ujian kemanusiaan dan moralitas. Terpecahnya banyak keluarga dan tercerai-berainya masyarakat telah meninggalkan luka permanen dalam darah dan api.
Sayangnya, setelah konflik berdarah seperti itu, rekonsiliasi di wilayah tersebut masih menjadi tujuan yang jauh. Keberagaman masyarakat Bosnia terus dieksploitasi secara politik, membuat kelompok etnis yang dulu memperlakukan satu sama lain seperti saudara menjadi penuh kecurigaan dan keterasingan. Pelajaran apa yang dibawa konflik ini, yang telah menempatkan perpecahan sosial di panggung sejarah, bagi Bosnia saat ini? Hal ini membuat orang bertanya-tanya apakah mereka dapat menghindari mengulangi kesalahan yang sama di masa mendatang?