Simone de Beauvoir adalah seorang filsuf, penulis, dan aktivis feminis Prancis yang pengaruhnya terus berlanjut hingga hari ini, baik dalam pemikiran maupun gerakan sosial. Bukunya, The Second Sex, tidak hanya menyoroti penindasan terhadap perempuan di masa lalu, tetapi juga meletakkan dasar bagi gerakan feminis modern. Saat kita menelusuri latar belakang pemikir ini, kita tidak dapat menahan diri untuk bertanya bagaimana pengalamannya membentuk pemikiran feminisnya.
Beauvoir lahir pada tahun 1908 dalam keluarga kelas menengah di Paris. Kedua orang tuanya ingin dia menerima pendidikan yang baik, yang meletakkan dasar ideologis yang kokoh baginya. Didorong oleh ayahnya sejak usia dini, Beauvoir menunjukkan kecerdasan luar biasa dan unggul dalam berbagai mata pelajaran.
“Saya ingin mandiri, yang berarti saya perlu menghasilkan uang sendiri.”
Menghadapi kesulitan keuangan, Beauvoir menyadari bahwa pernikahan bukanlah jaminannya, jadi ia memilih untuk mengejar karier akademis. Ia tidak hanya belajar filsafat di Sorbonne di Universitas Paris, ia juga menghadiri kelas-kelas dari beberapa cendekiawan terkemuka dan menerima gelarnya pada tahun 1929.
Hubungan Beauvoir dengan filsuf terkenal Jean-Paul Sartre berlangsung selama lebih dari lima puluh tahun, dan pengaruh timbal balik mereka menjadi topik penting dalam sejarah filsafat. Hubungan mereka tidak terikat oleh kerangka pernikahan tradisional, tetapi ada dalam bentuk "belahan jiwa".
"Bagi saya, pernikahan adalah simbol penindasan."
Bagi Beauvoir, hubungan tersebut memungkinkannya untuk berpikir dan berkreasi dengan bebas tanpa batasan. Semangat bebas dan pemikirannya yang independen membuatnya sangat dihargai dalam komunitas filsafat.
The Second Sex diterbitkan pada tahun 1949 dan menjadi karya klasik dalam literatur feminis. Beauvoir dengan jelas menunjukkan dalam buku tersebut bahwa perempuan tidak dilahirkan tetapi dibentuk oleh masyarakat. Dengan kecerdasannya yang tajam, ia menganalisis status perempuan dalam masyarakat yang didominasi laki-laki dan secara kreatif menerapkan konsep eksistensialis pada isu gender.
"Seseorang tidak dilahirkan sebagai perempuan, tetapi menjadi perempuan secara bertahap."
Inti dari karya ini terletak pada penjelasan Beauvoir tentang konstruksi sosial gender, dan menantang kesan yang melekat pada perempuan dalam masyarakat arus utama saat itu.
Meskipun perannya sangat penting dalam gerakan feminis, kehidupan Beauvoir tidak lepas dari kontroversi. Berbagai hubungan seksualnya dengan perempuan muda dan hubungannya yang terbuka dengan Sartre memicu diskusi luas dan bahkan tuduhan bahwa ia melakukan pelecehan seksual terhadap siswa.
"Saya tidak pernah ingin menjadi ibu tradisional. Itu tidak sesuai dengan filosofi saya."
Meskipun demikian, ia memainkan peran penting dalam gerakan pembebasan perempuan di Prancis, mengadvokasi kemandirian ekonomi dan pendidikan bagi perempuan, dan secara terbuka menyatakan dirinya sebagai seorang feminis pada tahun 1972.
Beauvoir terus aktif dalam penciptaan sastra dan gerakan sosial di tahun-tahun terakhirnya, terutama memainkan peran penting dalam gerakan pembebasan perempuan pada tahun 1970-an. Esai perjalanan dan memoarnya secara mendalam mencerminkan pemikirannya tentang sifat manusia dan memungkinkan pembaca selanjutnya untuk lebih memahami dunia batinnya.
"Menjadi seorang ibu seharusnya bukan satu-satunya pilihan bagi wanita, tetapi salah satu pilihan mereka."
Beauvoir meninggal pada tahun 1986, tetapi pemikiran dan karyanya masih memiliki pengaruh yang mendalam pada gerakan feminis berikutnya. Kontribusinya tidak terbatas pada sastra dan filsafat, tetapi juga menginspirasi banyak wanita untuk mencari status sosial yang lebih adil.
Jika menengok kembali kehidupan dan karya Beauvoir, kita tidak dapat tidak bertanya-tanya pencerahan apa yang dapat diberikan oleh ide dan pengalamannya bagi gerakan feminis dalam masyarakat kontemporer kita?