Dalam dunia kehidupan mikroskopis, kromosom memperlihatkan struktur unik dan kompleksnya. Namun, ketika struktur ini menjadi abnormal, hal itu dapat menyebabkan serangkaian masalah kesehatan. Ketika ada bagian kromosom yang hilang, ekstra, atau tidak teratur, hal itu disebut kelainan kromosom. Kelainan ini biasanya terwujud melalui kelainan numerik (seperti kelainan jumlah kromosom) atau variasi struktural, sehingga memengaruhi informasi genetik secara keseluruhan.
Kelainan kromosom sering terjadi selama pembelahan sel dan dapat menyebabkan berbagai kondisi kesehatan, termasuk sindrom Down dan sindrom Turner.
Ketika seseorang memiliki jumlah kromosom yang abnormal, hal itu disebut aneuploidi. Misalnya, ketika satu pasang kromosom hilang, hal itu disebut monosomi; ketika ada salinan kromosom ekstra, seperti trisomi atau tetrasomi, hal itu merupakan bagian dari aneuploidi. Sindrom Down merupakan contoh yang terkenal karena merupakan kelainan perkembangan yang disebabkan oleh salinan kromosom 21 yang berlebih (dikenal sebagai trisomi 21).
Selain kelainan numerik, kelainan struktural kromosom juga merupakan bentuk kelainan kromosom yang penting. Kelainan ini dapat muncul dalam bentuk delesi, duplikasi, inversi, insersi, translokasi, dan kromosom sirkuler. Mengambil delesi sebagai contoh, sindrom Wolf-Hirschhorn merupakan penyakit yang disebabkan oleh delesi sebagian lengan pendek kromosom 4. Perubahan struktural ini dapat sangat memengaruhi fungsi normal gen, yang menyebabkan berbagai masalah kesehatan.
Penelitian telah menemukan bahwa variasi struktural pada kromosom tidak hanya memengaruhi ekspresi gen, tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya kanker tertentu.
Kebanyakan kelainan kromosom terjadi selama peleburan sel telur atau sperma, sehingga dapat ditemukan di setiap sel individu. Namun, kelainan tertentu dapat terjadi setelah pembuahan, yang menyebabkan apa yang dikenal sebagai "kimera", di mana beberapa sel mengandung kelainan sementara yang lain tidak. Dalam beberapa kasus, kelainan kromosom dapat diwariskan dari orang tua atau muncul sepenuhnya dari sel baru (mutasi "de novo").
Saat ini ada banyak metode untuk mendeteksi kelainan kromosom, dan berbagai teknik serta sampel dapat dipilih berdasarkan informasi yang dibutuhkan. Untuk diagnosis prenatal janin, amniosentesis atau pengambilan sampel vili korionik biasanya dilakukan untuk analisis. Dalam diagnosis praimplantasi embrio, biopsi blastokista dilakukan. Teknologi ini dapat mengidentifikasi kemungkinan kelainan kromosom secara efektif, sehingga memungkinkan intervensi dan pengobatan dini.
Penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan tertentu dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kelainan kromosom. Misalnya, saat pria terpapar rokok, benzena, pestisida, dan bahan kimia tertentu, hal tersebut dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya aneuploidi sperma, yang terkait dengan kerusakan DNA. Ini berarti bahwa gaya hidup dan paparan lingkungan tidak diragukan lagi memiliki dampak signifikan pada kesehatan kromosom.
Baik itu faktor genetik atau lingkungan, mekanisme kelainan kromosom mengingatkan kita akan pentingnya melindungi kesehatan kita sendiri.
Seiring dengan semakin intensifnya penelitian tentang kelainan kromosom, para ilmuwan terus mengeksplorasi cara mencegah dan mengobati masalah kesehatan ini. Namun, masih banyak area yang belum diketahui yang menunggu untuk kita ungkap dan jelajahi. Apakah kita siap menghadapi tantangan ini untuk memajukan kesehatan genetik dan masa depan umat manusia?