Di era ketika dunia menghadapi transformasi energi dan tantangan lingkungan, teknologi gas alam menjadi bahan bakar cair (GTL) secara bertahap mulai mendapat perhatian. Teknologi ini tidak hanya mengubah gas alam secara efisien menjadi bahan bakar cair berkualitas tinggi yang dapat digunakan, tetapi juga dapat menjadi komponen penting pasokan energi masa depan. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dekat cara kerja teknologi GTL, aplikasi komersialnya, dan potensi masa depannya.
Teknologi GTL mengubah gas alam seperti metana menjadi bahan bakar sintetis yang dapat dicairkan melalui serangkaian reaksi kimia, sehingga menghadirkan peluang baru bagi pasar energi.
Ada dua strategi utama untuk teknologi GTL: pembakaran parsial metana secara langsung dan proses Fischer-Tropsch (FT). Proses pertama, meskipun telah terbukti di alam, belum dapat direalisasikan secara komersial. Proses FT merupakan dasar dari banyak teknologi GTL, yang menghasilkan hidrokarbon rantai panjang dengan mencampur karbon monoksida dan hidrogen melalui reaksi katalitik.
Dalam proses FT, karbon monoksida dan hidrogen dalam gas sintesis bereaksi melalui katalis untuk menghasilkan berbagai hidrokarbon sintetis, termasuk alkohol.
Proses pembuatan metanol dari metana (gas alam) melibatkan tiga reaksi utama: steam reforming, reaksi water shift, dan reaksi sintesis. Meskipun metanol hanya memiliki setengah kepadatan energi bensin, metanol tetap merupakan cairan yang mudah terbakar dan mudah ditangani.
Melalui reaksi kimia terpadu, metanol dapat diubah lebih lanjut menjadi bensin, yang menunjukkan fleksibilitas dan potensi teknologi GTL.
Pada tahun 1970-an, perusahaan minyak Mobil mengembangkan metode baru untuk mengubah gas alam menjadi gas sintesis dan kemudian memproduksi metanol. Selanjutnya, metanol bereaksi dengan katalis untuk menghasilkan berbagai senyawa, seperti dimetil eter. Proses ini, bersama dengan reaksi polimerisasi dan hidrogenasi berikutnya, pada akhirnya menghasilkan bahan bakar cair dengan lebih dari 80 persen atom karbonnya berjumlah lima atau lebih. Teknologi ini telah banyak digunakan dalam produksi metanol berbasis batu bara di Tiongkok.
Dengan perkembangan bioteknologi, teknologi biogas menjadi cairan (Bio-GTL) secara bertahap menarik perhatian. Proses ini menggunakan mikroorganisme untuk mengubah metana menjadi bahan bakar yang dapat digunakan. Dengan penelitian berkelanjutan, mekanisme biokatalis ini dapat berhasil direplikasi untuk lebih meningkatkan efisiensi produksi.
Perusahaan semakin banyak menggunakan teknologi GTL untuk mengubah limbah gas menjadi bahan bakar yang dapat dipasarkan. Menurut perkiraan Bank Dunia, lebih dari 150 miliar meter kubik gas alam dibakar atau dipancarkan setiap tahun di seluruh dunia. Jika sumber daya ini dapat diubah melalui teknologi GTL, manfaat ekonomi yang sangat besar akan dihasilkan.
Seperti pabrik Royal Dutch Shell di Malaysia, produksi dieselnya yang sukses menunjukkan kelayakan komersial teknologi GTL.
Generasi teknologi GTL berikutnya berkembang pesat, termasuk penggunaan katalis Fischer-Tropsch yang inovatif, dan perusahaan seperti Velocys, ENVIA Energy, dan Petrobras sedang menjajaki cara mengubah gas yang tidak umum, terpencil, dan bermasalah menjadi bahan bakar cair yang berharga. Pada saat yang sama, teknologi ini juga menunjukkan potensi untuk pembangunan berkelanjutan dalam konteks memerangi perubahan iklim.
Dengan transformasi struktur energi global, kemudahan dan kemungkinan yang dibawa oleh teknologi GTL tidak diragukan lagi merupakan peluang penting bagi masa depan kita. Teknologi ini tidak hanya mengubah cara kita membuat bahan bakar, tetapi juga memaksa kita untuk memikirkan kembali cara menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai efek terbaik. Namun, menghadapi tantangan kekurangan energi dan perubahan iklim, apakah kita siap untuk transformasi ini?