Karsinoma hepatoseluler (HCC) merupakan salah satu kanker hati utama pada orang dewasa dan saat ini merupakan penyebab kematian paling umum pada pasien dengan sirosis. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, HCC merupakan penyebab kematian terkait kanker ketiga di seluruh dunia. Banyak kasus terjadi pada orang dengan penyakit hati kronis, terutama mereka yang menderita sirosis atau fibrosis. Penyakit-penyakit ini sering dikaitkan dengan kerusakan hati kronis dan peradangan, dan HCC sangat jarang terjadi pada orang tanpa penyakit hati kronis.
Karena jumlah orang dengan penyakit hati kronis terus meningkat, penting untuk memahami faktor risiko HCC dan mengapa angka kematian sangat mengkhawatirkan di wilayah tertentu.
Menurut penelitian terkini, faktor risiko HCC meliputi hepatitis virus kronis (seperti hepatitis B dan hepatitis C), penyakit hati berlemak nonalkohol (NASH), penyakit hati alkoholik, dan paparan racun seperti aflatoksin. Khususnya, hepatitis B sangat serius di Asia dan Afrika sub-Sahara, sementara insiden dan tingkat kelangsungan hidup HCC setelah perawatan di wilayah ini relatif rendah.
Di negara-negara berpendapatan tinggi, seperti Amerika Serikat, jumlah kasus HCC meningkat seiring dengan peningkatan infeksi hepatitis C. Selain itu, insiden penyakit hati berlemak nonalkohol telah meningkat drastis selama 20 tahun terakhir, sebagian besar disebabkan oleh peningkatan faktor risiko seperti diabetes dan obesitas.
HCC lebih dari tiga kali lebih umum terjadi pada pria daripada pada wanita, tetapi alasan pastinya tidak jelas.
Sebagian besar pasien HCC sudah menunjukkan gejala penyakit hati kronis saat mereka terkena kanker, seperti nyeri perut, mual, kelelahan, dan bahkan penyakit kuning serta gejala terkait penyakit hati lainnya. Gejala-gejala tersebut dapat dengan mudah menyesatkan pasien, menyebabkan mereka gagal mendeteksi kanker sejak dini, sehingga menunda pengobatan.
Karena HCC terutama terjadi pada pasien dengan sirosis, faktor penyakit hati kronis yang dihasilkan merupakan bagian besar dari faktor risiko. Faktor-faktor seperti konsumsi alkohol berat dan hepatitis virus dianggap sebagai penyebab utama sirosis dan mendorong perkembangan HCC. Hepatitis B dan C kronis, khususnya, dikaitkan dengan 80% kasus HCC di seluruh dunia.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pasien dengan diabetes memiliki risiko HCC yang lebih tinggi, dan fenomena ini mungkin terkait dengan kontrol gula darah yang buruk.
Dengan kemajuan teknologi pencitraan medis, metode diagnostik HCC juga telah membuat kemajuan yang signifikan. Diagnosis biasanya melibatkan tes darah dan evaluasi pencitraan. Dalam banyak kasus, temuan pencitraan sudah cukup untuk mendiagnosis HCC, sehingga tidak perlu dilakukan biopsi jaringan.
Ketika massa hati ditemukan, tes pencitraan seperti CT atau MRI dapat memberikan informasi penting untuk membantu dokter menentukan apakah lesi tersebut ganas.
Bagi mereka yang berisiko tinggi, pemantauan rutin, termasuk pemindaian ultrasonografi setiap enam bulan, dapat secara signifikan meningkatkan kemungkinan diagnosis dini.
Pengobatan HCC bervariasi tergantung pada stadium penyakit, kondisi fisik pasien, dan apakah pembedahan merupakan pilihan. Dalam beberapa kasus stadium awal, pengangkatan tumor melalui pembedahan mungkin merupakan pengobatan yang efektif, sementara dalam kasus yang lebih matang, transplantasi hati atau pengobatan lain mungkin diperlukan untuk meredakan kondisi pasien.
Kunci untuk mencegah HCC adalah menghentikan penyebaran virus hepatitis, sehingga vaksinasi dan skrining rutin bagi pasien dengan penyakit hati kronis merupakan tindakan yang diperlukan.
Secara keseluruhan, perkembangan HCC melibatkan banyak faktor, yang sangat bervariasi di berbagai wilayah. Eksplorasi dan pemahaman berkelanjutan tentang perubahan ini sangat penting untuk meningkatkan kesehatan global. Jadi, dapatkah kita secara efektif mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit mematikan ini di masa mendatang?