Di dunia yang berubah dengan cepat saat ini, cara Anda berpikir dan memahami proses berpikir Anda sendiri menjadi semakin penting. Konsep metakognisi berasal dari Yunani kuno. Konsep ini merujuk pada kognisi di luar pemikiran dan memberi kita alat-alat utama untuk memperoleh wawasan tentang pemikiran kita sendiri. Ini bukan sekadar catatan untuk belajar, tetapi metode yang dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan memecahkan masalah.
Metakognisi merujuk pada kesadaran akan proses berpikir dan pemahaman pola-pola di baliknya.
Menurut penelitian, metakognisi terutama terdiri dari dua komponen: konsep kognitif dan sistem regulasi kognitif. Komponen-komponen ini tidak hanya melibatkan cara berpikir, tetapi juga refleksi tentang kapan harus menggunakan strategi pemecahan masalah tertentu. John H. Flavel, seorang pelopor dalam penelitian ini, pertama kali menciptakan istilah "metakognisi" pada tahun 1976, yang mendefinisikannya sebagai pengetahuan tentang kognisi dan kendali atas kognisi.
Metakognisi adalah pengamatan dan pemahaman orang terhadap proses berpikir mereka sendiri dan orang lain.
Dalam lingkungan pendidikan, kemampuan metakognitif siswa secara langsung memengaruhi hasil belajar mereka. Saat siswa belajar, mereka sering bertanya pada diri sendiri beberapa pertanyaan kunci, seperti "Apa yang sedang saya lakukan sekarang?" atau "Apakah ini benar-benar berhasil?" Pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu mereka terus-menerus menyesuaikan strategi belajar mereka untuk menghindari kesalahan yang tidak perlu.
Dalam psikologi eksperimental, metakognisi dibagi lagi menjadi pemantauan dan kontrol. Pemantauan melibatkan pembuatan penilaian tentang kekuatan ingatan, sementara kontrol melibatkan penggunaan penilaian ini untuk memandu perilaku. Misalnya, saat siswa mempelajari topik baru, mereka mengevaluasi strategi mana yang akan membantu mereka menguasai konten lebih cepat. Kemampuan untuk memantau status belajar mereka sendiri membantu mereka memilih metode belajar yang tepat.
Metakognisi bukan hanya tentang bagaimana seseorang berpikir, tetapi juga tentang bagaimana menyesuaikan pemikiran seseorang secara efektif untuk mencapai tujuan belajar.
Selain itu, metakognisi bersifat sosial, yang merupakan bidang penelitian yang relatif baru. Penelitian sebelumnya berfokus pada proses berpikir individu, tetapi para akademisi saat ini semakin menyadari bahwa memahami pemikiran orang lain sama pentingnya. "Metakognisi sosial" ini melibatkan bagaimana individu menilai keadaan psikologis orang lain dan bagaimana hal ini dipengaruhi oleh budaya.
Metakognisi juga sangat diperlukan dalam pembelajaran siswa. Penelitian menunjukkan bahwa siswa yang menerima pelatihan metakognitif memiliki kinerja yang lebih baik dalam penilaian diri dan mengembangkan rencana pembelajaran. Mereka mampu mengidentifikasi hambatan dalam proses pembelajaran dengan lebih cepat dan menyesuaikan alat dan strategi pembelajaran mereka tepat waktu, yang memungkinkan mereka untuk unggul di kelas.
Keterampilan metakognitif yang tepat dapat membantu siswa mencapai keberhasilan akademis yang lebih besar.
Saat ini, Anda mungkin bertanya-tanya: Apakah metakognisi hanya sekadar alat pendidikan? Bahkan, dampaknya jauh melampaui dunia akademis. Kemampuan metakognitif yang baik dapat membantu orang membuat keputusan yang bijak dalam banyak skenario kehidupan. Dari manajemen emosi hingga interaksi sosial, metakognisi merupakan landasan untuk mendukung perkembangan individu.
Dengan semakin mendalamnya penelitian, metakognisi secara bertahap diterapkan pada kecerdasan buatan dan bidang lainnya. Pertanyaan untuk masa depan bukan hanya bagaimana meningkatkan proses berpikir individu, tetapi juga bagaimana menggunakan kerangka kognitif ini untuk meningkatkan kinerja kita di berbagai bidang. Hal ini mengarah pada pemikiran yang lebih mendalam: Dalam kehidupan sehari-hari, apakah Anda terus-menerus menggunakan metakognisi untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan efisiensi belajar Anda?