Ketika kita berbicara tentang deformasi plastik pada material, kita sering kali berpikir tentang keuletan logam selama pemrosesan. Baik itu logam, plastik, atau keramik, setiap material akan menunjukkan perilaku deformasi yang berbeda saat menghadapi gaya eksternal. Perilaku ini bergantung pada struktur internal material dan interaksi antara komponen-komponennya. Namun, pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa beberapa material dapat mengalami deformasi besar di bawah tekanan tanpa putus?
Deformasi plastik mengacu pada kemampuan material untuk mengalami deformasi permanen setelah mengalami tekanan. Ini berbeda dengan deformasi elastis, di mana material kembali ke bentuk aslinya saat gaya eksternal dihilangkan. Kemampuan ini sangat penting karena dalam banyak aplikasi, material harus mampu ditekuk dan diregangkan tanpa putus. Material dengan plastisitas yang signifikan dapat menahan tekanan yang lebih besar dan menahan benturan eksternal.
Konsep utama yang terkait dengan deformasi plastik adalah keuletan. Keuletan adalah kemampuan material untuk menahan deformasi plastik tanpa pecah, terutama selama pemrosesan logam. Material ulet yang umum adalah emas dan tembaga, sementara beberapa logam seperti besi cor mungkin getas. Saat berhadapan dengan gaya eksternal yang kuat, material getas cenderung pecah tanpa dapat mengalami deformasi sepenuhnya.
Keuletan material yang tinggi memungkinkannya untuk menyerap dan menahan energi selama perubahan bentuk, itulah sebabnya material yang kuat dipilih dalam banyak aplikasi teknik.
Kemampuan deformasi plastik suatu material terkait erat dengan mikrostrukturnya. Mengambil logam sebagai contoh, atom logam biasanya disatukan oleh ikatan logam, yang memungkinkan elektron valensinya bergerak bebas. Oleh karena itu, saat mengalami gaya eksternal, atom logam dapat meluncur satu sama lain tanpa putus karena benturan. Sifat inilah yang menyebabkan logam secara umum dianggap ulet.
Untuk mengukur kemampuan material untuk mengalami deformasi plastis, para ilmuwan biasanya menggunakan "persentase perpanjangan" atau "pengurangan luas" sebagai pengukuran. Secara khusus, perpanjangan mengacu pada persentase peningkatan panjang material setelah tegangan diberikan, sedangkan pengurangan luas adalah perubahan luas penampang material saat putus.
Menurut penelitian, material dengan perpanjangan yang biasanya lebih besar dari 5% dianggap memiliki kemampuan deformasi plastis yang signifikan.
Kemampuan untuk mengalami deformasi plastis juga dipengaruhi oleh suhu. Secara umum, perilaku plastis material akan lebih menonjol pada suhu tinggi, sedangkan pada suhu rendah akan lebih getas. Misalnya, baja berubah dari lunak menjadi rapuh di bawah suhu tertentu, yang disebut suhu transisi lunak menjadi rapuh (DBTT). Oleh karena itu, penting untuk memahami hal ini saat merancang produk logam yang mengalami tekanan mekanis.
Pemilihan material harus mempertimbangkan bagaimana material tersebut berperilaku di lingkungan yang berbeda. Beberapa logam, seperti baja, yang menunjukkan ketangguhannya saat mengalami deformasi plastis, dapat menjadi rapuh pada suhu yang sangat rendah atau tinggi. Fenomena ini sering memengaruhi rentang aplikasi material, seperti bangunan logam yang beroperasi di area yang sangat dingin. Jika tidak dipilih dengan tepat, hal itu dapat menyebabkan kegagalan struktural.
Seiring kemajuan teknologi, para ilmuwan mengeksplorasi material baru dan potensi rekayasanya untuk memenuhi kebutuhan industri modern. Tidak hanya kekuatan dan keuletan material yang perlu diperhitungkan, tetapi juga bagaimana mereka berperilaku di bawah lingkungan dan beban yang berbeda. Material masa depan mungkin merupakan substansi baru yang tangguh dan kuat, yang akan membawa perubahan revolusioner pada industri berat seperti penerbangan dan otomotif.
Jadi, menurut Anda, bagaimana teknologi akan lebih jauh mengeksplorasi deformasi plastik material dan menciptakan material yang lebih kuat untuk masa depan?