Dalam luasnya jagat raya, evolusi bintang merupakan misteri ilmiah yang menarik. Perubahan, kehidupan, dan kematian bintang yang tak terbatas selalu disertai dengan pelepasan energi dan transformasi kimia yang tak terhitung jumlahnya. Di antaranya, fenomena kilatan helium, khususnya proses pengubahan hidrogen menjadi helium selama tahap evolusi bintang raksasa merah, menghasilkan energi dan panas yang luar biasa. Ini merupakan area yang sangat memprihatinkan bagi para ilmuwan dan penggemar astronomi.
Raksasa merah merupakan tahap penting dalam evolusi bintang. Ketika bintang bermassa rendah (seperti bintang dengan massa antara 0,8 dan 2,0 massa matahari) menghabiskan hidrogen di intinya, mereka memasuki tahap raksasa merah. Selama proses ini, helium terakumulasi di inti bintang, dan saat hidrogen dikonsumsi, struktur intinya mengalami perubahan dramatis.
Ketika hidrogen dikonsumsi, intinya mulai didominasi oleh helium. Saat tekanan dan kepadatan inti meningkat, suhu internal akan meningkat secara bertahap, akhirnya mencapai suhu kritis yang dapat memulai fusi nuklir helium.
Pada titik ini, tekanan termal di inti tidak dapat lagi secara efektif menahan pengaruh gravitasi, menyebabkan bintang mulai menyusut dan meningkatkan suhunya. Begitu suhu inti mencapai sekitar 100 juta derajat, helium dapat mulai melebur, sebuah fenomena yang disebut kilatan helium. Partikel helium dalam sistem melebur dengan cepat untuk menghasilkan karbon melalui proses tiga alfa, melepaskan energi pada kecepatan yang tak terbayangkan.
Kilatan helium adalah fenomena fusi nuklir termal yang berlangsung singkat. Laju pelepasan energinya sebanding dengan pelepasan energi seluruh galaksi. Energi yang menakjubkan ini membuat kita tidak dapat berhenti memikirkan misteri alam semesta.
Karena helium flash terutama terjadi jauh di inti bintang, meskipun melepaskan sejumlah besar energi, hal itu hampir tidak terlihat oleh dunia luar. Meskipun proses ini tidak dapat diamati secara langsung, hal ini memberikan banyak data bagi para astronom untuk memahami siklus hidup bintang.
Setelah helium flash, ekspansi dan pendinginan inti akan terjadi dengan cepat, dan permukaan bintang akan mendingin dan menyusut dengan cepat hanya dalam beberapa dekade. Selama periode ini, perubahan pada inti sangat signifikan. Biasanya, massa inti helium mencapai sekitar 40% dari massa bintang, dan sekitar 6% dari massa inti diubah menjadi karbon.
Setelah kilatan helium utama, saat inti berubah, terjadi kilatan sekunder, yang merupakan fenomena ketidakstabilan berdenyut yang berlangsung lebih singkat dan dapat berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa hari. Perubahan yang disebabkan oleh sub-kilatan ini menyebabkan bintang terus mengubah struktur internal dan karakteristik radiasi eksternalnya dalam kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Saat raksasa merah berevolusi lebih lanjut, perubahan dan reaksi di inti terus memengaruhi dinamika bintang secara keseluruhan selama proses fusi helium.
Di beberapa galaksi biner tertentu, gas hidrogen dapat memasuki permukaan katai putih melalui akresi bintang pendamping, yang menghasilkan serangkaian reaksi fusi. Jika jumlah hidrogen mencapai tingkat tertentu, hal itu dapat menyebabkan terjadinya kilatan helium di permukaan. Proses fusi nuklir ini tidak hanya meningkatkan pemahaman kita tentang struktur internal bintang, tetapi juga membantu menjelaskan pembentukan dan evolusi unsur-unsur selama pembentukan banyak benda langit, supernova, dan galaksi.
Secara keseluruhan, kilatan helium merupakan fenomena astronomi yang sangat menarik. Hal ini tidak hanya menunjukkan transformasi materi dan operasi energi di alam semesta, tetapi juga mencerminkan prinsip-prinsip mendalam evolusi bintang. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, fenomena misterius ini akan terus menarik kita untuk menjelajah dan berpikir: Rahasia apa yang belum terpecahkan yang dapat kita temukan di alam semesta yang kita ketahui?