Dengan kemajuan teknologi, teknologi halusinasi wajah menjadi semakin menarik di bidang pemrosesan gambar saat ini. Halusinasi wajah adalah teknologi resolusi super yang secara khusus digunakan untuk menyempurnakan gambar wajah. Teknologi ini mengubah gambar wajah yang buram atau beresolusi rendah menjadi gambar beresolusi tinggi dengan menganalisis fitur wajah yang khas. Teknologi ini memiliki aplikasi di luar identifikasi pribadi dan juga dapat digunakan dalam investigasi kriminal dan media sosial.
Pencapaian teknologi halusinasi wajah telah sangat meningkatkan efisiensi sistem pengenalan wajah dan telah dipelajari secara luas.
Meskipun halusinasi wajah dan resolusi super gambar memiliki kesamaan, ada perbedaan yang jelas di antara keduanya. Yang pertama berfokus pada peningkatan gambar wajah, sedangkan yang kedua adalah teknologi peningkatan resolusi gambar umum. Teknologi halusinasi wajah memanfaatkan informasi wajah sebelumnya yang khas untuk membuatnya lebih berorientasi pada domain wajah.
Menurut standar saat ini, sebuah gambar dianggap beresolusi tinggi berdasarkan jumlah piksel yang dikandungnya, biasanya 128×96 piksel. Sasaran halusinasi wajah adalah mengonversi gambar masukan beresolusi rendah (seperti 32×24 atau 16×12 piksel) ke standar tinggi ini.
Untuk halusinasi wajah, tantangan penyelarasan gambar sangat sulit, dan bahkan kesalahan penyelarasan yang kecil dapat memengaruhi hasil akhir.
Banyak algoritme halusinasi wajah khusus telah diusulkan selama dua dekade terakhir. Metode-metode ini secara kasar dapat dibagi menjadi dua langkah: Pada langkah pertama, sistem menghasilkan gambar wajah global menggunakan estimasi a posteriori maksimum (MAP) dari metode probabilistik. Langkah kedua adalah menghasilkan citra residual untuk mengompensasi hasil dari langkah pertama.
Interpolasi adalah salah satu metode paling sederhana untuk meningkatkan resolusi citra. Metode ini meningkatkan intensitas piksel citra input melalui metode tetangga, bilinear, dan varian. Namun, metode tersebut sering kali berkinerja buruk dan gagal memasukkan informasi baru, sehingga mendorong para peneliti untuk mengembangkan pendekatan baru.
Metode ini pertama kali diusulkan oleh Baker dan Kanade, dan mengandalkan rumus MAP Bayesian untuk mengoptimalkan fungsi objektif dan menggunakan sampel pelatihan untuk menghasilkan detail frekuensi tinggi.
Diusulkan oleh J. Yang dan H. Tang, metode ini tidak memerlukan data beresolusi tinggi dan menggunakan faktorisasi matriks non-negatif (NMF) untuk mempelajari subruang fitur lokal guna meningkatkan detail struktur wajah.
Keberhasilan algoritme ini terus menunjukkan pentingnya teknologi halusinasi wajah, tetapi dalam aplikasi praktis, masih ada ruang untuk perbaikan.
Semua metode di atas telah mencapai hasil yang memuaskan, dan tidak mudah untuk memastikan metode mana yang paling efektif. Perlu dicatat bahwa algoritma yang berbeda dapat menghasilkan efek yang berbeda. Misalnya, metode Baker dan Kanade dapat mendistorsi fitur wajah, sedangkan algoritma Wang dan Tang dapat menghasilkan efek cincin.
Bagaimana cara meningkatkan kejernihan gambar sambil mempertahankan fitur wajah akan menjadi isu utama dalam pengembangan teknologi ilusi wajah di masa mendatang?