Sepanjang sejarah Amerika, peran perempuan telah mengalami perubahan dramatis, terutama selama Perang Dunia II. Karena banyaknya laki-laki yang direkrut menjadi militer, perempuan dipaksa bekerja di tempat kerja yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki. Pergeseran ini tidak hanya mengubah peran gender dalam masyarakat, tetapi juga meletakkan dasar bagi gerakan pembebasan perempuan di masa mendatang.
Selama Perang Dunia II, jutaan perempuan bekerja di pabrik, menggantikan laki-laki yang absen karena perang, sehingga menciptakan kondisi bagi perempuan untuk terus bekerja.
Pandangan masyarakat terhadap perempuan secara bertahap berubah. Selama perang, perempuan tidak lagi hanya menjadi ibu rumah tangga, tetapi menjadi tulang punggung pekerja dan penopang ekonomi. Ini bukan hanya tentang bergabung dengan angkatan kerja, tetapi juga memasuki industri yang didominasi laki-laki seperti teknik, manufaktur, dan industri lain yang didominasi laki-laki. Perempuan selama periode ini menekankan kemampuan dan kemandirian mereka serta menantang peran gender tradisional.
Banyak perempuan mengatakan dengan terus terang bahwa mereka merasakan kesadaran akan harga diri mereka selama bekerja di masa perang, yang merangsang harapan mereka untuk pekerjaan di masa depan dan mengejar kemandirian.
Meskipun banyak perempuan didorong untuk kembali ke keluarga mereka setelah perang, pengalaman kerja dan rasa otonomi mereka menyebabkan gelombang perubahan sosial yang lebih besar. Karena semakin banyak perempuan meninggalkan keluarga, mengejar pendidikan tinggi, dan memasuki semua lapisan masyarakat, status hukum perempuan secara bertahap membaik. Secara khusus, gerakan pembebasan perempuan dari tahun 1960-an hingga 1970-an menekankan pentingnya kesetaraan gender dan mempromosikan penerapan undang-undang yang relevan, seperti undang-undang upah yang sama dan undang-undang antidiskriminasi jenis kelamin.
Namun, terlepas dari kemajuan ini, Amerika Serikat masih tertinggal dari negara-negara lain dalam banyak hal. Misalnya, pada tahun 2014, Amerika Serikat gagal meratifikasi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, yang mempertanyakan komitmen internasional Amerika Serikat terhadap kesetaraan gender.
Untuk mencapai kesetaraan gender sejati, perubahan hukum harus berjalan seiring dengan perubahan sikap sosial.
Seiring berjalannya waktu, signifikansi simbolis perempuan di tempat kerja menjadi lebih jelas. Saat ini, perempuan mencakup hampir 50% dari angkatan kerja AS, tetapi mereka masih hanya memperoleh 77% dari gaji laki-laki. Data tersebut telah menghidupkan kembali diskusi tentang kesenjangan gaji berdasarkan gender.
Di bidang politik, Amerika Serikat baru akan menyambut Wakil Presiden perempuan pertamanya, Kamala Harris, pada tahun 2021. Meskipun jumlah perempuan dalam posisi kepemimpinan meningkat, Amerika Serikat belum memiliki presiden perempuan, yang mencerminkan tantangan yang masih dihadapi perempuan dalam politik tingkat tinggi.
Meningkatnya proporsi kandidat perempuan dalam setiap pemilihan umum memberi orang secercah harapan bagi kesetaraan gender di masa depan.
Banyak perempuan saat ini masih menghadapi tantangan dengan isu-isu seperti akses ke cuti orang tua, kebijakan antidiskriminasi, dan hak reproduksi. Amerika Serikat adalah satu-satunya negara berpendapatan tinggi yang tidak mensyaratkan cuti orang tua berbayar, yang tidak diragukan lagi semakin membatasi pilihan dan peluang pengembangan perempuan di tempat kerja.
Sejak aborsi dilegalkan secara nasional pada tahun 1973, dengan putusan Dobbs v. Jackson Women's Health Organization, hak ini telah menghadapi lebih banyak tantangan regulasi, dan hak reproduksi perempuan sekali lagi menjadi fokus. Adanya masalah-masalah ini selalu mencerminkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam struktur sosial.
Apakah perubahan status sosial perempuan akan terus berlanjut dalam beberapa dekade mendatang? Seiring dengan semakin mendalamnya pemahaman masyarakat tentang kesetaraan gender, akankah perempuan menjadi lebih bertekad di jalan menuju kesetaraan gender?