Setelah kerusakan pada sistem saraf pusat (SSP), sel glia mengalami respons nonspesifik yang dikenal sebagai gliosis. Proses ini terutama terwujud sebagai proliferasi atau hipertrofi berbagai jenis sel glia, termasuk astrosit, mikroglia, dan oligodendrosit. Dalam kasus gliosis yang paling ekstrem, jaringan parut glia terbentuk.
Proses gliosis melibatkan serangkaian peristiwa seluler dan molekuler yang terjadi selama beberapa hari.
Respons sel glia terhadap kerusakan pada sistem saraf sangat penting. Awalnya, biasanya ada akumulasi makrofag dan mikroglia lokal di lokasi cedera. Respons awal ini disebut mikrogliosis, dan biasanya dimulai dalam beberapa jam setelah cedera SSP. Seiring berjalannya waktu, sekitar 3 hingga 5 hari setelah cedera, prekursor oligodendrosit juga direkrut ke area yang rusak dan dapat berpartisipasi dalam proses remielinasi.
Respons glia dapat bermanfaat atau berbahaya, dan keseimbangan ini dipengaruhi oleh serangkaian faktor dan mekanisme pensinyalan molekuler yang kompleks.
Astrositosis reaktif adalah bentuk gliosis yang paling umum dan melibatkan proliferasi astrosit, yang bertanggung jawab untuk mempertahankan konsentrasi ion dan neurotransmiter ekstraseluler dan mengatur fungsi sinaptik. Fungsi sentuhan dan membentuk sawar darah-otak. Proliferasi astrosit sering terlihat pada cedera otak traumatis dan dalam banyak kondisi neuropatologis, seperti penyakit neuron motorik dan insomnia familial yang fatal.
Proliferasi astrosit telah lama digunakan sebagai indikator kerusakan neurologis.
Meskipun mekanisme yang menyebabkan astrositosis tidak sepenuhnya dipahami, cedera neuron dianggap memicu proliferasi astrosit. Prosesnya bukan sekadar "semua atau tidak sama sekali" melainkan serangkaian perubahan yang bervariasi tergantung pada jenis dan tingkat keparahan cedera atau penyakit SSP. Perubahan morfologis atau fungsional astrosit selama proses tersebut dapat berkisar dari hipertrofi ringan hingga pembentukan jaringan parut glia.
Astrositosis yang berubah dipengaruhi oleh konteksnya, dan peristiwa pensinyalan terkait dapat mengubah sifat dan tingkat perubahan ini. Astrosit reaktif dipengaruhi oleh sinyal molekuler yang dilepaskan dari berbagai jenis sel SSP, termasuk neuron, mikroglia, dan sel prekursor oligodendrosit. Beberapa molekul pensinyalan utama meliputi sitokin seperti interleukin 6 (IL-6), faktor neurotropik silia (CNTF), dan faktor penghambat leukemia (LIF). Molekul-molekul ini memengaruhi astrosit secara berbeda, sehingga menambah kompleksitas astrositosis.
Meskipun astrositosis secara tradisional dipandang sebagai respons negatif yang menghambat regenerasi serabut saraf, prosesnya sangat kekal, yang menunjukkan bahwa ia memiliki manfaat penting. Efek astrositosis bervariasiy dengan konteks dan waktu cedera SSP. Berikut ini adalah beberapa efek penting dari astrositosis:
Mikroglia adalah jenis sel glia lain yang, saat diaktifkan, menjalankan fungsi seperti makrofag di SSP. Sensitivitas mikroglia terhadap perubahan kecil di lingkungan seluler memungkinkan mereka merespons sinyal inflamasi dengan cepat dan menghilangkan sumber infeksi tepat waktu. Respons mikroglia, atau mikrogliosis, sering kali merupakan tahap gliosis pertama yang diamati. Aktivasi mikroglia melibatkan perubahan morfologi sel, terutama pembesaran proses sel, dan reseptor permukaan imun CR3 biasanya meningkat dalam waktu 24 jam setelah cedera.
Target potensial untuk terapiMikroglia menjalankan beberapa fungsi saat diaktifkan, termasuk pembersihan sel dan pengaturan regenerasi saraf.
Seiring bertambahnya pemahaman kita tentang gliosis, para peneliti secara aktif mengeksplorasi kemungkinan pilihan pengobatan yang berupaya untuk secara selektif memodulasi respons sel glia. Membatasi gliosis yang berbahaya sekaligus mempertahankan efek yang menguntungkan akan menjadi bagian dari strategi terapi masa depan untuk penyakit neurologis. Penelitian ini mungkin tidak hanya mengubah persepsi negatif saat ini tentang sel glia, tetapi juga dapat menghasilkan pengobatan yang lebih efektif dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Seiring bertambahnya pemahaman kita tentang fungsi sel glia, kita jadi bertanya-tanya: Dapatkah pengobatan masa depan benar-benar menyeimbangkan efek menguntungkan dan merugikan dari sel glia untuk meningkatkan pemulihan dan regenerasi sistem saraf?