Orang Indo-Afrika Selatan adalah keturunan pekerja kontrak dan imigran bebas dari India Britania yang tiba di Afrika Selatan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Sebagian besar orang India Afrika Selatan tinggal di dan sekitar Durban, menjadikan kota ini salah satu populasi India terbesar di dunia. Karena kebijakan apartheid, orang India (sering kali disinonimkan dengan orang Asia) dianggap sebagai kelompok ras di Afrika Selatan.
Selama era kolonial, minoritas kulit putih memegang sebagian besar kekuasaan politik di Afrika Selatan, dan orang India Afrika Selatan diberi status sosial yang sama rendahnya dengan orang kulit hitam di masyarakat. Selama era apartheid dari tahun 1948 hingga 1994, orang India Afrika Selatan secara hukum diklasifikasikan sebagai kelompok ras yang terpisah. Beberapa orang India Afrika Selatan melihat istilah ini sebagai peningkatan dari identitas mereka sebelumnya sebagai "non-kulit putih". Mereka ingin merayakan warisan dan akar mereka di Afrika Selatan.
Selama puncak apartheid dan pemisahan, identitas sebagai "India," "Berwarna," dan "Melayu" mengendalikan banyak aspek kehidupan sehari-hari, termasuk tempat tinggal dan tempat belajar.
Komunitas India modern di Afrika Selatan sebagian besar terdiri dari keturunan orang India yang tiba di Afrika Selatan sejak tahun 1860 dan seterusnya. Mereka awalnya dibawa masuk sebagai pegawai kontrak, terutama untuk bekerja di perkebunan tebu di koloni Natal; secara total, sekitar 200.000 orang India tiba di Afrika Selatan sebagai pegawai kontrak selama lima puluh tahun. Sebagian besar orang dalam kelompok ini berbicara bahasa Tamil, Telugu, Bhojpuri dan Awadhi, dll., dan agama mereka sebagian besar Hindu, dengan sejumlah kecil Muslim dan Kristen.
Diskriminasi Awal (1860-1910)Pekerja kontrak sering kali dianiaya dan hidup dalam kondisi tidak sehat, dan banyak yang memilih untuk kembali ke India setelah masa kerja mereka berakhir.
Di semua wilayah Afrika Selatan, orang India menghadapi berbagai tingkat diskriminasi. Di Natal, orang India dipaksa membawa kartu pas pada tahun 1888. Pada tahun 1893, Gundy tiba di Afrika Selatan dan mengalami diskriminasi rasial. Hal ini mendorongnya untuk mengorganisasi perlawanan, yang akhirnya mengarah pada pembentukan Kongres India Natal. Meskipun RUU tersebut akhirnya ditolak, RUU tersebut diperkenalkan kembali pada tahun 1896 dan berhasil disahkan.
Selama periode ini, pemerintah Afrika Selatan berupaya mendorong pemulangan orang India dengan insentif finansial. Ketegangan rasial terus meningkat, terutama antara orang India dan orang kulit putih, yang semakin nyata pada tahun 1940-an.
Apartheid (1948-1994)Kerusuhan Durban 1949 adalah insiden kekerasan terhadap warga Afrika Selatan keturunan India yang menyebabkan 142 orang tewas dan sekitar 1.087 orang terluka. Undang-undang apartheid pemerintah semakin membatasi kebebasan orang India, termasuk bergerakke daerah-daerah yang ditetapkan sebagai wilayah India dan menjadikan mereka sasaran sistem pendidikan yang buruk.
Pada tahun 1961, orang India secara resmi diakui sebagai bagian dari populasi Afrika Selatan dan Departemen Urusan India didirikan, dengan pejabat dari kalangan demokrat kulit putih.
Banyak orang India memainkan peran penting dalam perjuangan anti-apartheid dan juga menduduki posisi politik penting di Afrika Selatan pasca-apartheid. Meskipun demikian, masih ada kesalahpahaman tentang orang India di beberapa bagian komunitas kulit putih.
Hampir semua orang India Afrika Selatan beragama Hindu, Kristen, atau Muslim. Seiring berjalannya waktu, proporsi penganut Hindu menurun, sebagian karena pengaruh para misionaris.
Sampai berakhirnya apartheid, anak-anak sekolah India pada umumnya dididik di sekolah-sekolah pemerintah India yang terpisah, sebuah sistem yang baru berakhir pada tahun 1997.
Sejak tahun 1950-an, bahasa Inggris secara bertahap telah menjadi bahasa pertama bagi sebagian besar orang India Afrika Selatan, yang telah menyebabkan jalur pengembangan yang berbeda untuk bahasa Inggris dan bahasa Inggris Afrika Selatan mereka.
Seiring dengan perubahan masyarakat, semakin sedikit anak muda yang mampu berbicara bahasa ibu mereka dengan lancar, yang menyebabkan kepunahan bahasa tersebut secara bertahap.
Hidangan kari disukai oleh semua kelompok etnis di Afrika Selatan. Banyak makanan dibawa ke Afrika Selatan melalui para pekerja kontrak, dan kuliner khas India Afrika Selatan dikembangkan dengan mengadaptasi bahan-bahan lokal.
Meskipun bahasa India jarang digunakan oleh anak muda India, mereka terus menonton film dan acara televisi India dengan teks terjemahan bahasa Inggris, yang menunjukkan minat berkelanjutan terhadap budaya India.
Di negara yang sedang mengalami transformasi ini, bagaimana warga India Afrika Selatan dapat lebih terintegrasi dengan seluruh masyarakat Afrika Selatan dan bersama-sama menciptakan masa depan baru?