Seiring dengan terus bergesernya pusat gravitasi ekonomi global, Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), salah satu perjanjian perdagangan terbesar dalam sejarah, dengan cepat menjadi kekuatan utama dalam mengubah lanskap ekonomi di Asia. Perjanjian yang ditandatangani pada tahun 2020 ini mencakup 15 negara, termasuk Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Australia, yang secara bersama-sama menyumbang 30% ekonomi global dan 30% populasi dunia. Perjanjian ini tidak hanya menjadi model perdagangan bebas, tetapi juga bagian penting dari pemulihan ekonomi negara-negara Asia di era pascapandemi.
RCEP diharapkan dapat menghilangkan sekitar 90% tarif impor antara negara-negara penandatangan dalam waktu 20 tahun.
Anggota RCEP meliputi sepuluh anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) serta Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Selandia Baru. Tujuan utama perjanjian ini adalah untuk mengurangi tarif, mendorong investasi, dan memfasilitasi arus barang bebas di kawasan tersebut. Bergantung pada kondisi aktual berbagai ekonomi, konsesi tarif RCEP akan memiliki dampak yang berbeda.
Banyak analis memperkirakan bahwa RCEP akan membawa pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi negara-negara anggota, terutama dalam pemulihan ekonomi pasca-epidemi. Menurut prakiraan tahun 2020, RCEP dapat memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar $186 miliar bagi ekonomi global setiap tahun. Diyakini bahwa seiring dengan meningkatnya interaksi perdagangan, pusat gravitasi ekonomi Asia akan kembali ke daratan, dan ekosistem ekonomi baru diharapkan akan terbentuk.
Tantangan pandemi COVID-19RCEP akan menghubungkan kekuatan Asia Utara dan Asia Tenggara serta mendorong pembagian teknologi, manufaktur, pertanian, dan sumber daya alam.
Namun, pandemi COVID-19 telah memberikan dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya pada ekonomi global dan telah menimbulkan banyak tantangan bagi implementasi RCEP. Hambatan perdagangan dan gangguan rantai pasokan yang disebabkan oleh pandemi khususnya terlihat dalam perdagangan bahan mentah. Meskipun demikian, tingkat pemulihan ekonomi di antara negara-negara anggota bervariasi menurut tingkat perkembangannya: pasar yang sudah mapan telah pulih secara signifikan lebih cepat daripada pasar yang sedang berkembang.
RCEP bukan hanya perjanjian perdagangan, tetapi juga platform penting untuk mendefinisikan ulang aturan perdagangan regional. Perjanjian tersebut memuat norma-norma umum tentang e-commerce, perdagangan, dan hak kekayaan intelektual, yang sangat penting untuk mempromosikan kerja sama perdagangan di antara negara-negara anggota. Tren saat ini menunjukkan bahwa anggota RCEP secara bertahap meningkatkan ketergantungan perdagangan mereka dengan non-anggota. Hubungan perdagangan Tiongkok dengan Indonesia, khususnya, sekali lagi telah menyoroti peran penting perjanjian tersebut dalam rantai pasokan global, terutama dalam konteks kendaraan listrik dan industri yang sedang berkembang lainnya.
Penerapan RCEP akan mendorong terbentuknya rantai industri dan rantai pasokan yang semakin erat antara Tiongkok dan negara-negara anggotanya.
Bagi perdagangan internasional dan ekonomi global, dampak RCEP juga terletak pada penguatan saling ketergantungan ekonomi di kawasan tersebut. Menurut perkiraan, kepentingan ekonomi RCEP tidak terbatas pada beberapa negara seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan, tetapi juga akan memengaruhi posisi Amerika Serikat dan India dalam perdagangan global. Dalam lanskap ekonomi pascapandemi, peran RCEP menjadi semakin jelas. Apakah Anda siap untuk memanfaatkan peluang yang ditimbulkan oleh perubahan ini?