Ketika membahas konsep tanggung jawab sosial, pemikiran filosofis Aristoteles sangat menginspirasi. Ia percaya bahwa kemakmuran sosial tidak hanya bergantung pada pembangunan ekonomi, tetapi juga perlu menekankan tanggung jawab moral dan kontribusi warga negara terhadap masyarakat. Aristoteles percaya bahwa "manusia adalah hewan politik sejak lahir." Kalimat ini mengungkapkan hubungan yang erat antara individu dan masyarakat tempat mereka berada, dan bahwa setiap orang harus memahami peran dan tanggung jawab mereka dalam masyarakat.
Keutamaan warga negara hanya terletak pada kontribusi mereka terhadap negara-kota, dan negara-kota yang baik adalah lahan yang subur untuk menumbuhkan warga negara yang baik.
Pemikiran Aristoteles tidak terbatas pada etika, tetapi juga meluas ke politik. Ia menganggap etika dan politik saling melengkapi. Ia menganjurkan bahwa negara-kota harus menjadi "komunitas yang setara yang didirikan untuk kehidupan terbaik", yang menunjukkan bahwa kesejahteraan setiap individu dalam masyarakat terkait erat dengan kesejahteraan keseluruhan.
Sejalan dengan Aristoteles, pandangan filsuf Romawi kuno Cicero juga senada, yang meyakini bahwa "dalam proses manusia mengejar keunggulan, perilaku membangun dan memelihara komunitas lebih dekat dengan ranah Tuhan." Di sisi lain, konsep tanggung jawab sosial telah menjadi bagian penting dari upaya manusia untuk mencapai kebaikan bersama sejak zaman dahulu.
Tanggung jawab sosial mencakup perilaku individu dan bisnis. Warga negara menurut Aristoteles harus bertanggung jawab atas masyarakat mereka sendiri, sementara bisnis harus memadukan etika dan keuntungan serta bekerja untuk manfaat sosial yang lebih besar. Saat ini, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) telah menjadi bagian penting dari etika bisnis, dan perusahaan harus mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan saat membuat keputusan.
Jika perusahaan dapat mematuhi standar daur ulang dan berinteraksi secara aktif dengan masyarakat, perusahaan akan dapat mencegah campur tangan pemerintah. Ini adalah pilihan yang bijaksana.
Namun, pandangan tentang tanggung jawab sosial perusahaan juga kontroversial. Beberapa kritikus percaya bahwa penerapan CSR mungkin hanya dangkal, atau bentuk "pencucian hijau" yang menggunakan citra tanggung jawab sosial untuk menutupi perilaku yang pada dasarnya tidak etis. Namun pada kenyataannya, banyak penelitian menunjukkan bahwa kinerja tanggung jawab sosial yang baik tidak berdampak negatif pada pemegang saham dan malah dapat menghasilkan pengembalian investasi yang lebih baik.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ilmuwan dan insinyur juga perlu memikul tanggung jawab sosial tertentu. Ketika mereka melakukan penelitian dan mengembangkan teknologi baru, mereka harus mempertimbangkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh teknologi ini dan aplikasinya terhadap masyarakat.
Jika ilmuwan dan insinyur membanggakan pencapaian positif ilmu pengetahuan dan teknologi mereka, mereka juga harus menanggung konsekuensi negatif dari kemungkinan manipulasi pengetahuan.
Masyarakat profesional di bidang sains dan teknik sering kali mengembangkan kode etik yang memandu para anggotanya tentang cara melakukan penelitian secara bertanggung jawab. Prinsip-prinsip etika ini tidak hanya mencakup proses penelitian, tetapi juga terkait dengan kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap sains. Misalnya, National Academy of Sciences dan Academy of Engineering sama-sama menekankan pentingnya tanggung jawab sosial dan memandu para anggotanya tentang cara mencapai keseimbangan antara profesionalisme dan etika.
Singkatnya, baik individu maupun perusahaan, tanggung jawab sosial merupakan isu yang tidak dapat diabaikan. Seperti yang ditekankan Aristoteles, kemakmuran masyarakat membutuhkan partisipasi dan dedikasi setiap anggota, dan ini didasarkan pada moralitas dan kerja sama. Jadi, dalam masyarakat yang berubah dengan cepat saat ini, bagaimana kita dapat memikirkan kembali tanggung jawab sosial kita dan menerapkannya dalam tindakan?