Refraktori trombosit mengacu pada situasi ketika kadar trombosit pada pasien gagal mencapai efek yang diharapkan setelah menerima transfusi trombosit. Fenomena ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yang sebagian besar dibagi menjadi penyebab imun dan nonimun. Memahami penyebab ini akan membantu meningkatkan hasil klinis dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Refraktori transfusi trombosit dapat disebabkan oleh faktor imun atau nonimun, dengan faktor nonimun mencakup lebih dari 80% kasus.
Di antara faktor imun, antibodi antigen antileukosit (antigen HLA) merupakan penyebab utama, sedangkan faktor nonimun meliputi splenomegali, demam, dan sepsis. Sepsis dianggap sebagai salah satu penyebab nonimun yang paling umum. Memahami penyebab ini dapat membantu tenaga medis menyesuaikan rencana perawatan yang lebih efektif dan meningkatkan tingkat pemulihan trombosit pasien.
Faktor nonimun seperti sepsis, demam, koagulasi intravaskular diseminata, dan splenomegali merupakan penyebab umum yang memengaruhi pemulihan trombosit.
Dalam kasus ini, mengatasi gejala dengan terapi antibiotik atau antijamur yang tepat dapat secara efektif meningkatkan reaksi transfusi pasien. Selain itu, penyakit graft-versus-host dan penyakit veno-oklusif hati juga dapat memengaruhi kadar trombosit.
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah kualitas komponen trombosit, termasuk usia trombosit, ketidakcocokan golongan darah ABO, dan jumlah trombosit yang terkandung per unit. Faktor-faktor ini akan secara langsung memengaruhi proliferasi trombosit pasien.
Di antara faktor imun, antigen antitrombosit, antibodi anti-HLA, dan kompleks imun merupakan penyebab penting dari transfusi trombosit yang tidak efektif.
Biasanya, keberadaan antibodi HLA dapat menyebabkan respons imun terhadap trombosit yang ditransfusikan, sehingga mengurangi efektivitas transfusi.
Memahami mekanisme respons imun ini dapat membantu profesional perawatan kesehatan melakukan pengujian yang tepat sebelum transfusi trombosit untuk mencegah kemungkinan reaksi transfusi.
Refraktori trombosit dapat didiagnosis dengan berbagai cara, yang paling umum adalah dengan menilai jumlah trombosit 1 atau 24 jam setelah transfusi.
Persentase pemulihan trombosit (PPR) dan persentase peningkatan trombosit (PPI) merupakan indikator utama untuk mengevaluasi pemulihan trombosit.
PPR biasanya memerlukan data tentang peningkatan trombosit sebelum dan setelah transfusi, sementara PPI selanjutnya menyesuaikan efek limpa pada penyimpanan trombosit. Indikator ini dapat membantu dokter mengukur efek transfusi darah dan selanjutnya memandu pengambilan keputusan klinis.
Pilihan pengobatan untuk refrakter transfusi trombosit umumnya bergantung pada identifikasi penyebab yang mendasarinya. Penyebab nonimun biasanya ditangani dengan mengobati masalah yang mendasarinya, sedangkan jika penyebab imun diduga, penggunaan komponen trombosit yang dipilih HLA mungkin diperlukan.
Trombosit yang dipilih HLA umumnya meningkatkan jumlah trombosit setelah 1 jam, tetapi saat ini tidak ada cukup bukti untuk mendukung keefektifannya dalam hasil klinis.
Selain itu, bagi pasien yang memerlukan pembedahan, penggunaan agonis reseptor trombopoietin atau pengobatan baru lainnya juga merupakan arah pengembangan di masa mendatang.
KesimpulanSecara keseluruhan, tingkat pemulihan trombosit dan efek transfusi dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk kondisi dasar pasien dan karakteristik komponen trombosit. Pemahaman yang lebih mendalam tentang faktor-faktor ini dapat membantu penyedia layanan kesehatan mengembangkan rencana pengobatan yang lebih efektif yang memenuhi kebutuhan unik setiap pasien. Dalam menghadapi tantangan ini, apakah ada solusi yang lebih baik yang layak dieksplorasi dan dipikirkan?