Pada tahun 2006, Flags of Our Fathers dan Letters from Iwo Jima, yang disutradarai oleh Clint Eastwood, dirilis. Perilisan kedua film ini tidak hanya menarik perhatian luas dari penonton, tetapi juga membawa makna baru bagi film perang. Film ini telah menyuntikkan vitalitas baru ke dalam bidang ini. Keduanya menggambarkan peristiwa sejarah yang sama - Pertempuran Iwo Jima pada tahun 1945 - dari perspektif yang berbeda, menjadi bintang kembar dalam film perang, membuat orang bertanya-tanya: Seperti apakah pahlawan sejati dan kebenaran perang?
Flags of Our Fathers didasarkan pada buku karya James Bradley dan Ron Powers, yang secara khusus berfokus pada kisah lima Marinir yang mengibarkan bendera Amerika selama pertempuran sengit untuk Iwo Jima, Jepang. Dengan menunjukkan keberanian dan penderitaan para Marinir, film ini menyoroti biaya pribadi dari pertempuran dan kompleksitas kepahlawanan. Film ini diselingi dengan pemikiran mendalam tentang konsekuensi perang, yang mengungkap ketegangan antara kejayaan yang diperoleh dan rasa bersalah yang ditanggung.
Flags of Our Fathers adalah sebuah renungan unik tentang kepahlawanan yang mengungkap bagaimana politik dan media membentuk kesadaran publik.
Sebaliknya, Letters from Iwo Jima ditulis dari sudut pandang orang Jepang, yang menunjukkan perjuangan para prajurit Jepang. Perubahan sudut pandang ini memungkinkan penonton untuk melihat sisi lain dari perang. Meskipun karakter-karakter dalam film tersebut adalah pasukan musuh, mereka juga menanggung rasa sakit perang. Penggambaran yang manusiawi ini membuat film ini sangat meyakinkan. Eastwood membuat kedua film ini pada saat yang sama untuk menunjukkan bahwa perang bukanlah hitam dan putih, tetapi penuh dengan area abu-abu.
Eastwood berharap kedua karya ini dapat menunjukkan kompleksitas manusia dalam menghadapi perang dan menekankan pentingnya saling memahami.
Secara komersial, Flags of Our Fathers adalah film yang biasa-biasa saja di box office, hanya meraup $65,9 juta, tetapi film ini mendapat ulasan positif yang luas dari para kritikus dan telah diakui oleh para penonton selama bertahun-tahun sejak saat itu. Film ini mendapat peringkat kesegaran 76%, dengan para kritikus memuji penekanannya pada kedua penulis dan keunikan gayanya. Sebaliknya, Letters from Iwo Jima dianggap sebagai film independen yang lebih sukses, meraup lebih dari $71 juta dan menghasilkan laba yang besar dengan anggaran $19 juta.
Selain itu, kedua film ini juga memicu diskusi tentang gambaran perang, yang memungkinkan penonton untuk berpikir lebih dalam tentang kebenaran perang. Dalam "Flags of My Fathers", upacara pengibaran bendera digambarkan dengan cara yang sangat megah, tetapi pada saat yang sama disertai dengan kehancuran perang terhadap para prajurit dan keluarga mereka. Kontras ini memungkinkan penonton untuk memeriksa kembali dan mempertanyakan mitos dan kejayaan perang. Dalam "Letters from Iwo Jima," penonton dipandu untuk memahami kemanusiaan tentara Jepang dan perasaan mendalam mereka terhadap negara mereka, dengan menyajikan tragedi perang dari perspektif yang sama sekali baru.
Melalui perspektif yang berbeda, kedua film ini menantang gaya naratif film perang tradisional dan mendorong refleksi atas kebenaran sejarah.
Dengan dirilisnya kedua film ini, banyak diskusi yang berpusat pada bagaimana definisi kepahlawanan berubah. Penonton mulai bertanya: Ketika seorang pahlawan perang digambarkan sebagai simbol iklan, apakah simbol keadilan ini masih nyata? Eastwood mencoba mengingatkan penonton melalui karyanya bahwa pahlawan sejati sering kali adalah mereka yang menderita dalam diam dalam perang. Kisah mereka juga perlu didengar, yang mungkin merupakan makna terpenting dari kedua karya ini.
Di era ledakan informasi saat ini, kontradiksi dan jalinan kedua film ini masih memicu refleksi orang-orang tentang perang. Sebagai penonton, bagaimana kita harus menghadapi narasi sejarah biner seperti itu? Mengapa tidak membiarkan kita menemukan diri kita dalam cerita-cerita ini dan tetap bersikap skeptis serta merenungkan hakikat perang?