Ilmuwan terus melakukan penelitian tentang kaitan biologis dengan orientasi seksual, dan meskipun penyebab orientasi seksual belum dipahami dengan jelas, ada hipotesis bahwa hal itu disebabkan oleh interaksi kompleks antara gen, hormon, dan pengaruh lingkungan. Khususnya bagi pria, bukti pengaruh lingkungan sosial pascapersalinan terhadap orientasi seksual lemah. Teori-teori biologis telah mendapat dukungan di komunitas ilmiah karena teori-teori tersebut mencerminkan penyebab orientasi seksual.
Orientasi seksual dapat dibentuk oleh gen, lingkungan awal rahim (misalnya, hormon janin), dan struktur otak.
Ini adalah salah satu hipotesis terpenting untuk pembentukan orientasi seksual dalam hal perkembangan janin dan pengaruh hormonal. Singkatnya, keadaan awal otak janin yang sedang berkembang adalah "perempuan". Jika janin menerima cukup testosteron, INAH3 (nukleus interstisial 3 talamus anterior) akan menjadi lebih besar dan dikaitkan dengan perilaku seksual pria yang khas. Namun, jika testosteron yang cukup tidak diterima, hal itu dapat menyebabkan terbentuknya ketertarikan sesama jenis.
Penelitian menunjukkan bahwa INAH3 pada pria homoseksual mungkin terpapar pada kadar testosteron yang lebih rendah daripada pada pria heteroseksual.
Banyak percobaan juga menunjukkan bahwa respons imun ibu selama perkembangan janin dapat menyebabkan homoseksualitas atau biseksualitas pada pria. Karena jumlah anak laki-laki yang dilahirkan seorang wanita meningkat, kemungkinan anak laki-laki yang lahir kemudian akan mengembangkan homoseksualitas meningkat secara signifikan, sebuah fenomena yang dikenal sebagai efek urutan kelahiran fraternal. Efek ini diperkirakan menjelaskan antara 15% dan 29% homoseksualitas pria, menurut penelitian.
Dalam hal struktur otak, nukleus dimorfik seksual (SDN-POA) adalah wilayah utama yang membedakan antara jenis kelamin pada manusia dan banyak mamalia. Penelitian telah menunjukkan bahwa INAH-3 pada pria homoseksual secara signifikan lebih rendah daripada pada pria heteroseksual. Fenomena ini menunjukkan perbedaan dalam nukleus dimorfik-seks dalam perkembangan otak kaum homoseksual, yang mengarah pada pemahaman kita tentang orientasi seksual.
Penelitian ilmiah telah lama mengonfirmasi hubungan erat antara struktur otak tertentu dan orientasi seksual.
Penelitian tentang pengaruh genetik menunjukkan bahwa berbagai gen mungkin berperan dalam orientasi seksual. Dengan menggunakan metode penelitian kembar, para ilmuwan telah melakukan sejumlah besar analisis, dan hasilnya menunjukkan bahwa kembar identik lebih mirip dalam orientasi seksual daripada kembar fraternal, yang menunjukkan potensi pengaruh gen pada pembentukan orientasi seksual.
Dalam penelitian terbaru, para ilmuwan menggunakan pemetaan genom untuk mengeksplorasi kontribusi berbagai gen terhadap orientasi seksual. Meskipun sains belum sepenuhnya mendefinisikan semua faktor genetik yang memengaruhi orientasi seksual, para peneliti telah mengusulkan bahwa mungkin ada "gen gay" pada kromosom X. Ini menunjukkan bahwa pengaruh biologis orientasi seksual merupakan hasil interaksi berbagai faktor, termasuk genetika, lingkungan prenatal, dan struktur otak.
Penelitian telah menunjukkan bahwa dalam beberapa model hewan, pembentukan peran seks dan perilaku ketertarikan didorong secara biologis.
Akhirnya, meskipun tidak ada kesimpulan ilmiah yang tepat yang dapat sepenuhnya menjelaskan perbedaan struktur otak antara pria homoseksual dan pria heteroseksual, penelitian ini menunjukkan kompleksitas pembentukan orientasi seksual dan kemungkinan arah eksplorasi yang lebih jauh di masa mendatang. Dengan kemajuan teknologi, mungkin kita akan dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang isu yang kontroversial dan penting ini. Berapa banyak faktor yang tidak diketahui yang masih memengaruhi orientasi seksual kita?