Dalam penjelajahan alam semesta yang luas dan belum diketahui, garis Kármán (atau garis von Karman) dianggap sebagai batas masuknya manusia ke luar angkasa. Garis ini terletak pada ketinggian 100 kilometer di atas permukaan laut. Meskipun tidak menjadi konsensus di seluruh dunia, garis ini sangat penting sebagai garis pemisah antara penerbangan dan aktivitas luar angkasa. Artikel ini akan membahas lebih dekat asal-usul Garis Kármán, prinsip-prinsip ilmiahnya, dan perannya dalam regulasi.
Garis Kármán dinamai menurut insinyur aeronautika Hungaria yang terkenal, Theodore von Kármán, yang menemukan bahwa pada ketinggian sekitar 83,8 kilometer, pesawat harus mencapai kecepatan yang cukup tinggi untuk menghasilkan daya angkat yang cukup saat menghitung batas teoritis penerbangan pesawat. Ketinggian teoritis ini tidak diadopsi secara luas, dan akhirnya Federasi Penerbangan Internasional (FAI) menetapkan batas ruang angkasa sebagai 100 kilometer pada tahun 1960-an.
Batas ini, meskipun tidak memiliki signifikansi fisik yang jelas dalam hal fitur lingkungan, sangat penting untuk berbagai tujuan hukum dan peraturan.
Definisi garis Kármán terutama digunakan untuk membedakan antara pesawat terbang dan wahana antariksa. Di atas ketinggian ini, wahana antariksa yang memasuki ruang angkasa harus mematuhi berbagai hukum dan peraturan. Oleh karena itu, batas ini tidak dapat didefinisikan dengan jelas dalam hukum internasional, tetapi sebagian besar organisasi internasional dan badan pengatur menerima definisi FAI.
Ilmuwan menunjukkan bahwa atmosfer Bumi tidak tiba-tiba berakhir pada ketinggian tertentu, tetapi secara bertahap menjadi lebih tipis seiring bertambahnya ketinggian. Saat ketinggian meningkat, tekanan udara dan aliran udara berkurang, dan daya angkat yang dibutuhkan oleh pesawat berubah sesuai dengan itu. Saat pesawat mencapai kecepatan dan ketinggian tertentu, "angkasa" yang sesungguhnya akan mulai tampak. Di atas garis Kármán, daya angkat tidak cukup untuk menopang berat pesawat, dan objek bergerak karena inersia.
Transisi alami yang terjadi seiring perubahan ketinggian memaksa kita untuk memikirkan kembali apa itu "angkasa" dan apa itu "atmosfer".
Melintasi garis pemisah ini, cara objek bergerak akan berubah secara mendasar, yang berarti bahwa hukum fisika yang harus diikuti objek setelah memasuki ruang angkasa akan sangat berbeda. Itulah sebabnya Garis Kármán bukan sekadar indikator ketinggian sederhana, tetapi juga persimpangan antara aerodinamika dan ilmu antariksa.
Meskipun Garis Kármán FAI diterima secara luas, berbagai negara dan lembaga memiliki definisi mereka sendiri tentang batas-batas ruang. Misalnya, militer AS mendefinisikan astronot sebagai mereka yang terbang pada ketinggian di atas 50 mil (sekitar 80 kilometer), sementara NASA mengubah standar internasional menjadi 100 kilometer pada tahun 2005.
Definisi yang berbeda ini mencerminkan persepsi yang berbeda tentang aktivitas luar angkasa, khususnya dalam komunitas penerbangan sipil dan militer.
Selain itu, karena hukum internasional tidak mengatur secara jelas tentang demarkasi wilayah udara, batas ini tetap menjadi subjek perdebatan hukum. Banyak ahli percaya bahwa untuk secara spesifik mendefinisikan batas-batas ruang angkasa, selain ketinggian, perlu juga mempertimbangkan misi penerbangan yang sedang dilakukan dan karakteristik kinerja berbagai jenis wahana antariksa.
Seiring meningkatnya aktivitas luar angkasa sipil, kita melihat semakin banyak pesawat komersial dan pribadi memasuki Garis Kármán. Ini bukan hanya kemajuan teknologi, tetapi juga mengubah pandangan manusia terhadap ruang angkasa. Seiring dengan semakin mudahnya akses wahana antariksa ke Garis Kármán, berbagai isu seperti perubahan iklim, kepadatan satelit, dan kerja sama internasional menjadi semakin penting.
Para ilmuwan memberi tahu kita bahwa kondisi iklim di masa mendatang dapat memengaruhi “ketersediaan” Garis Kármán, yang mencerminkan kompleksitas interaksi antara lingkungan dan teknologi.
Dengan latar belakang ini, batas-batas ilmiah Garis Kármán dapat dikaji ulang seiring dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya kerja sama internasional. Pada saat yang sama, hal ini juga mendorong orang untuk berpikir tentang cara mengelola aktivitas antariksa dengan baik dalam kerangka hukum.
Jadi, seiring dengan semakin dalamnya penjelajahan manusia terhadap antariksa, apakah kita perlu mempertimbangkan kembali signifikansi Garis Kármán, atau bahkan menyesuaikan batas-batas antariksa?