Semut gila kuning (Anoplolepis gracilipes), yang juga dikenal sebagai semut berkaki panjang atau semut Maladewa, diyakini berasal dari Afrika Barat atau Asia. Karena secara tidak sengaja diperkenalkan ke daerah tropis di seluruh dunia, semut gila kuning telah menjadi salah satu spesies paling invasif di banyak ekosistem. Kata "gila" dalam namanya berasal dari cara mereka bergerak yang tidak linier saat diganggu, yang, dikombinasikan dengan kaki dan antena mereka yang panjang, menjadikan mereka salah satu spesies semut invasif terbesar di dunia.
Semut gila kuning terdaftar sebagai salah satu dari "100 spesies invasif paling agresif di dunia" oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN). Dampak ekologisnya menjangkau setiap benua dari Hawaii hingga Seychelles, terutama di Pulau Christmas. Sebuah koloni super pun terbentuk.
Alasan mengapa semut gila kuning agresif terkait dengan karakteristik fisiologis dan perilaku mereka yang unik. Kaki mereka yang panjang dan mata mereka yang besar memberi mereka keuntungan tertentu dalam bergerak, dan karena karakteristik "semut pengembara" mereka, mereka dapat dengan cepat membangun dan berkembang biak di lingkungan baru. Ketika didorong atau ditolak oleh spesies semut lain, semut gila kuning cenderung dengan cepat mengambil alih ruang dan membangun sarang besar. Lebih jauh, hubungan simbiosis antara hama ini dalam melindungi hama tanaman seperti lalat putih semakin memfasilitasi reproduksi dan penyebaran mereka.
Anoplolepis gracilipes adalah semut yang relatif besar, berwarna kuning hingga jingga, yang dibedakan dengan kakinya yang panjang dan antena yang sangat panjang. Hal ini membuatnya sulit untuk mengidentifikasinya dari semut sejenis lainnya seperti Leptomyrmex dan Oecophylla, tetapi struktur fisiologisnya yang unik masih dapat membantu membedakannya. Kemampuan beradaptasi semut gila kuning bahkan memungkinkannya untuk bertahan hidup di sistem pertanian tropis, termasuk perkebunan kayu manis, jeruk, kopi, dan kelapa.
Penelitian lingkungan menunjukkan bahwa semut gila kuning memiliki jangkauan distribusi yang luas, terutama di wilayah Pasifik yang kepadatannya relatif tinggi, sehingga menyebabkan potensi risiko "keruntuhan" ekologis.
Dampak buruk semut gila kuning pada ekosistem khususnya terlihat di beberapa wilayah, terutama Pulau Christmas. Ekosistem di sini sangat terganggu oleh invasi semut gila kuning, terutama ancaman terhadap kepiting darat yang penting di pulau tersebut. Kepiting ini memainkan peran penting dalam ekosistem, dan hilangnya mereka telah sangat memengaruhi keanekaragaman hayati setempat. Semut gila kuning tidak hanya mengancam kepiting secara langsung dengan memangsa dan menempati sarang mereka, tetapi juga secara tidak langsung menyebabkan perubahan signifikan dalam ekologi hutan, yang menyebabkan kematian pohon dan persaingan berlebihan untuk tanaman.
Untuk mengatasi ancaman semut gila kuning terhadap ekosistem, pemerintah Australia dan lembaga terkait telah melakukan serangkaian langkah pengendalian. Di Pulau Christmas, staf melakukan pemancingan udara, menggunakan pestisida dengan konsentrasi rendah untuk mengurangi populasi semut gila kuning. Meskipun upaya ini telah menunjukkan hasil dalam waktu singkat, karena penyebaran dan ketahanan koloni semut, pemantauan dan pengelolaan berkelanjutan masih diperlukan setelah setiap tindakan.
Akhirnya, invasi semut gila kuning dan dampaknya terhadap lingkungan sekali lagi membuat kita merenungkan bagaimana aktivitas manusia secara tidak sengaja berkontribusi terhadap perubahan lingkungan dan invasi biologis. Dapatkah kita menemukan cara yang efektif untuk menghentikan kerusakan yang disebabkan oleh spesies invasif ini terhadap ekosistem kita?