Secara biologis, perbedaan jenis kelamin di antara berbagai hewan dan tumbuhan sering tercermin dalam perbedaan signifikan dalam genom dan ekspresi gen mereka. Untuk mendamaikan perbedaan dalam ekspresi gen yang disebabkan oleh jumlah kromosom seks yang berbeda dalam organisme, organisme telah mengembangkan mekanisme kompensasi dosis. Fenomena ini tidak terbatas pada spesies tertentu, tetapi merupakan mekanisme untuk beradaptasi dengan ketidakseimbangan ekspresi gen antara jenis kelamin yang berbeda dalam beberapa garis keturunan evolusi.
Kompensasi dosis, proses di mana ekspresi gen diseimbangkan antara jenis kelamin, memiliki implikasi biologis yang mendalam.
Pada manusia dan banyak mamalia lainnya, sel betina secara acak membungkam transkripsi salah satu kromosom X mereka, memastikan bahwa itu diekspresikan pada tingkat yang sama dengan jantan. Dalam hal ini, kedua jenis kelamin memiliki jumlah kromosom X efektif yang sama dalam sel mereka, contoh penting dari ekspresi gen yang seimbang.
Mekanisme kompensasi dosis bervariasi di antara spesies, tetapi dapat diringkas menjadi tiga bentuk utama: inaktivasi kromosom X acak, transkripsi ganda satu kromosom X pria, dan berkurangnya ekspresi kedua kromosom X pada individu interseks. Setengah.
Inaktivasi kromosom X acakInaktivasi kromosom X acak telah diamati pada mamalia seperti manusia dan tikus. Proses ini pertama kali ditemukan oleh Murray Barr dan Ewert Bertram pada tahun 1949. Mereka menggambarkan struktur dalam sel mamalia betina yang kemudian dikenal sebagai badan Barr, yang sebenarnya merupakan kondensasi kromosom X tambahan.
Hukum inaktivasi X acak membuat setiap sel betina hanya mengekspresikan satu kromosom X, sehingga memastikan keseimbangan ekspresi gen.
Pada spesies seperti lalat buah (Drosophila melanogaster), jantan memiliki satu kromosom X dan mengompensasinya dengan melipatgandakan transkripsi kromosom X tersebut. Mekanisme ini pertama kali diusulkan oleh H.J. Muller pada tahun 1932, dan kemudian banyak ilmuwan memverifikasi keberadaan fenomena ini pada lalat buah.
Pada cacing Caenorhabditis elegans, tingkat ekspresi gen dari dua kromosom X pada hermafrodit disesuaikan untuk dibelah dua guna memastikan rasio jenis kelamin yang seimbang. Dalam proses ini, kompleks kompensasi dosis (DCC) membantu menyelesaikan perubahan ini, yang memungkinkan ekspresi dua kromosom X menjadi konsisten selama perkembangan embrio.
Selain tiga mekanisme utama yang disebutkan di atas, beberapa burung, seperti ayam (sistem ZZ/ZW), hanya secara selektif membungkam beberapa gen pada kromosom Z yang redundan, bukan seluruh kombinasi gen saat mencapai keseimbangan ekspresi gen. Metode kompensasi dosis yang berbeda ini menyebabkan ayam jantan hanya mengekspresikan sebagian gen pada kromosom Z, sehingga menghasilkan keheningan yang tidak lengkap.
Mekanisme kompensasi dosis lintas spesies menunjukkan bagaimana organisme menyesuaikan ekspresi gen untuk mengakomodasi perbedaan antara jenis kelamin.
Secara keseluruhan, mekanisme kompensasi dosis menggambarkan bagaimana organisme berevolusi untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh perbedaan ekspresi gen antara testis dan ovarium. Hal ini tidak hanya mengungkap kompleksitas biologi, tetapi juga mencerminkan peran penting seleksi alam dalam regulasi gen. Seperti yang ditunjukkan oleh para peneliti, perbedaan dalam ekspresi gen yang disebabkan oleh mekanisme ini memiliki implikasi yang mendalam bagi kelangsungan hidup dan reproduksi organisme, jadi pemahaman lebih jauh tentang perbedaan dalam regulasi gen antara jenis kelamin akan memengaruhi pemahaman kita tentang genetika dan biologi evolusi. Bagaimana dengan kognisi?