Archive | 2019

PRINCIPAL AGENT DALAM INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP; KONTRAK YANG MENGUATKAN ATAU MELEMAHKAN? (STUDI KASUS PERIKANAN TANGKAP DI PESISIR MALANG SELATAN)

 
 
 

Abstract


Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara detail bagaimana hubungan kerja/ industrial (principal-agent) dalam menjaga keberlanjutan suatu usaha di sektor perikanan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk melihat realitas yang tidak hanya dilihat sebagai sebuah hasil, tetapi juga proses yang berlangsung. Proses observasi dan intreprestasi menggunakan metode blumer. Hasil penelitian menunjukan bahwa sumber modal sebagai pembiayaan dalam operasional sektor perikanan di pesisir Malang Selatan secara umum berasal dari tiga sumber yaitu bank, aset pribadi dan pengambek. Modal yang berasal dari bank hanya bisa diakses oleh nasabah yang memiliki agunan seperti sertifikat rumah/tanah dan kendaraan bermotor.\xa0 Pedagang kecil yang tidak memiliki asset untuk dijadikan agunan lebih memilih permodalan yang berasal dari koperasi, bank thitil dan pengambek. Sumber pemodalan yang berasal dari bank, koperasi maupun bank thitil sudah jelas kontrak yang terbangun. Yang unik pada kasus ini adalah sistem permodalan yang dilakukan antara nelayan dengan pengambek. Dalam hal ini, kontrak yang terbentuk antara principal dan agent disini seperti menguntungkan kedua belah pihak, akan tetapi dalam kenyataannya nelayan tidak punya kekuatan dan pilihan lain dalam mengembangkan usaha karena terikat dengan kontrak pemodalan dan juga utang yang tidak boleh dilunasi. Title:\xa0principal – agent; kontrak bisnis; masyarakat pesisir\xa0 The study aims to identify in detail how work / industrial relationship (principal-agent) in maintaining the sustainability of fisheries business. This study used a qualitative approach to perceive reality as a result as well as an ongoing process. The Blumer method was used for the observation and interpretation of the data. As financial support of fisheries sector in the coast of South Malang, capital generally comes from three sources: banks, personal assets and scavengers. Bank capital can only be accessed by customers having collateral asset such as house, land, or vehicles certificates. While cooperative, thitil bank and pengambek were the capital sources for the small traders who do not have collateral assets. It is clear that there is a contract system for acquiring bank and cooperative capital. The unique case appears from capital system between fishers and “pengambek”. The system seemed to have a mutual advantageous for both party, however, fishers have less power and choice to get alternative source of capital in developing their business due to the restriction of their contract and they are not allowed to settle their debt.

Volume 14
Pages 197-209
DOI 10.15578/jsekp.v14i2.7396
Language English
Journal None

Full Text