Notaire | 2021

Akta Penegasan Perjanjian Perkawinan Kaitannya dengan Pemenuhan Prinsip Publisitas

 

Abstract


In the Marriage Agreement to bind the third party, then the marriage agreement must meet the principle of publicity, that is, by registered or recorded. Registration of marriage agreement for Muslims at KUA Kecamatan / PPN LN, while for non-Muslims are recorded at the Department of Population and Civil Registration. One of the conditions for recording a marriage agreement is the marriage agreement act. The form of marriage agreement for Muslims is regulated in Article 22 paragraph (2) Permenag RI No. 20/2019, the word “done in front of a notary” in question is an authentic act. As for non-Muslims, the form of marriage agreement is regulated in Circular Letter 472.2 / 5876 / Dukcapil which does not follow MK Decision No. 69 / PUU-XII / 2015 which states that the marriage agreement is made in the form of a Notary deed, this is stated in the first point in the circular. In the making of marriage agreements there is often a misunderstanding by making an affirmation act from a letter under hand. The result of the research obtained is that the marriage agreement made under hand and then made a affirmation act by a notary then the affirmation act does not meet the principle of publicity as determined in the Marriage Law, because in one of the conditions of validity of the marriage agreement must be registered with the registrar bind the third party until the act of affirmation of the marriage agreement does not bind the third party. This research is a study of normative juridical law with the method of Legislative approach and conceptual approach.Keywords: Affirmation Deed; Marriage Agreement; Publicity Principle.Dalam Perjanjian perkawinan agar mengikat pihak ketiga, maka perjanjian perkawinan harus memenuhi prinsip publisitas, yaitu dengan didaftarkan atau dicatatkan. Pencatatan perjanjian perkawinan bagi yang beragama Islam pada KUA Kecamatan/PPN LN, sedangkan bagi yang beragama Non-Islam dicatatkan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Bentuk perjanjian perkawinan bagi yang beragama Islam diatur dalam Pasal 22 ayat (2) Permenag RI No. 20/2019 dilakukan dihadapan notaris yang dimaksud adalah akta autentik. Sedangkan bagi yang beragama non-Islam bentuk Perjanjian perkawinan diatur dalam Surat Edaran 472.2/5876/Dukcapil yang menindaklanjuti Putusan MK No. 69/PUU-XII/2015 yang menyebutkan bahwa Perjanjian perkawinan dibuat dalam bentuk akta Notaris, hal ini tercantum dalam point kesatu dalam surat edaran tersebut. Dalam pembuatan perjanjian perkawinan masih seringkali terdapat kesalahpahaman dengan dibuatkannya akta penegasan atas perjanjian perkawinan yang dibuat di bawah tangan. Adapun hasil penelitian yang diperoleh bahwa Perjanjian perkawinan yang dibuat di bawah tangan kemudian dibuatkan akta penegasan oleh notaris maka akta penegasan tersebut tidak memenuhi prinsip publisitas sebagaimana yang telah ditentukan dalam UU Perkawinan, karena dalam salah satu syarat keabsahan perjanjian perkawinan harus dilakukan pendaftaran pada pegawai pencatatan perkawinan agar mengikat pihak ketiga sehingga akta penegasan perjanjian perkawinan yang tersebut tidak mengikat pihak ketiga. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan metode pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.Kata Kunci: Akta Penegasan; Perjanjian Perkawinan; Prinsip Publisitas.

Volume None
Pages None
DOI 10.20473/ntr.v4i2.27168
Language English
Journal Notaire

Full Text