Archive | 2019

Pengembangan Modul Konseling Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) bagi Bidan

 
 
 
 
 
 

Abstract


The participation of IUD contraception has not reached a satisfactory rate. The factor that caused this because acceptors did not receive side-effects, fears of sexual intercourse disorders and the risk of malignancy. Lack of information through counseling causes this problems. It caused the ability of midwives to do counseling is still low. The counseling guide available on the form of Family Planning Decision Making Tools (ABPK) with the form of structured counseling has not been able to encourage midwives to conduct counseling properly. Too many ABPK sheets make it difficult for midwives to apply counseling practices. The aim of this study was to develop a IUD counseling module. The research design used was exploratory qualitative with a narrative approach. Samples were selected by purposive sampling, consisting of two counseling experts, three obstetricians experts, three experts from midwifery person from an Indonesian Media Litbangkes, Vol. 29 No. 1, Maret 2019, 31 – 38 32 PENDAHULUAN Di seluruh dunia, tahun 2011 terdapat 14,3% wanita usia 15-49 tahun yang sudah menikah menggunakan Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR). Namun penyebaran penggunaannya sangat bervariasi, 80% penggunanya ada di wilayah Asia, dua pertiganya (64%) tinggal di Cina sedangkan pengguna AKDR di Asia Tenggara hanya 9,9%.1 Di Indonesia, AKDR hanya menempati urutan ketiga penggunaannya dari semua metode yang ada. Padahal AKDR merupakan salah satu alat kontrasepsi yang paling efektif, nyaman, jangka panjang, murah, dan cepat kembali subur bagi penggunanya. Kepuasan klien menggunakannya secara umum yang tertinggi dari semua metode kontrasepsi yang tersedia.2 Penggunaan metode AKDR cenderung mengalami penurunan dari 8,1% (SDKI 1997) menjadi 6,2% (SDKI 2002) dan turun lagi menjadi 4,9% (SDKI 2007).3 Bahkan cakupan penggunaan AKDR berdasarkan SDKI tahun 2012 hanya 4%.4 Meskipun menurut Profil Keluarga Indonesia tahun 2017 peserta KB aktif metode IUD meningkat menjadi 7,15%,5 namun hal ini belum sesuai dengan target capaian peserta Keluarga Berencana (KB) aktif metode IUD. Evaluasi terhadap pelayanan kontrasepsi AKDR hingga saat ini masih dirasa kurang berkualitas. Hal ini terbukti dengan relatif banyaknya peserta KB yang berhenti menggunakan alat kontrasepsi (drop out) karena alasan efek samping dan kesehatan maupun kegagalan dalam pemakaian sehingga menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan.2,3 Hasil penelitian di Kabupaten Kebumen menunjukkan 31,3% pengetahuan bidan kurang tentang kontrasepsi AKDR, diantaranya 5% lupa atau tidak tahu tentang cara kerja AKDR; 11,3% lupa tentang efektifitas, efek samping, komplikasi, dan lama penggunaan AKDR. Masih terdapat 31,3% bidan memiliki motivasi yang rendah tentang pelayanan kontrasepsi AKDR; 40% bidan lebih memilih melayani akseptor suntik dan melakukan pemasangan implan daripada memberikan AKDR dengan alasan praktis dan lebih mudah.6 30% provider salah paham tentang keamanan AKDR pada wanita nulipara.7 Kurangnya pengetahuan dan motivasi bidan tentang konseling kontrasepsi AKDR mengakibatkan rendahnya akseptor kontrasepsi ini.6 Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mulai tahun 2005 bekerjasama dengan John Hopkins University/ Population Communication Services (JHU/ PCS) telah mengembangkan kurikulum dan modul komunikasi interpersonal/konseling yang dirancang untuk meningkatkan interaksi antara provider dan klien. Pengembangan kurikulum dan modul tersebut dilengkapi dengan berbagai media seperti brosur, leaflet, poster, video, dan Alat Bantu Pengambilan keputusan ber-KB (ABPK).8 ABPK dikembangkan dan digunakan untuk meningkatkan pola KB rasional dimana prioritas utama kontrasepsi yang disarankan pada kondisi ini adalah kontrasepsi mantap (Kontap), susuk KB (AKBK), dan AKDR. Namun, hasil yang diharapkan hingga saat ini belum sesuai harapan.8,9 Hasil penelitian evaluasi penggunaan ABPK oleh bidan di kota Cirebon dengan metode kualitatif wawancara mendalam menunjukkan bahwa bidan belum termotivasi menggunakan ABPK karena tidak ada monitoring dari kepala puskesmas, Dinas Kesehatan atau tim pelatih; bidan belum menguasi struktur ABPK dengan baik karena lembaran ABPK terlalu banyak, sehingga ABPK jarang digunakan, disamping tugas lain yang banyak sehingga tidak sempat menggunakannya dan kadang pasien yang terburu-buru.9 Oleh karena itu, peneliti tertarik mengembangkan modul konseling AKDR sebagai panduan bagi bidan untuk memperbaiki kualitas language expert, eight midwives practitioners and eight women of reproductive age. Data was collected by in-depth interviews of experts. Data were processed through the stages of transcription, reduction, coding, categorization to form a theme. The theme obtained was then developed into a draft module with a narrative literature review approach to produce a draft module for IUD counseling. The validity test of qualitative data was carried out by triangulation through midwife group discussions, discussion groups of fertile age women, and expert judgement in April to July 2017. The results of this study are a prototype of the IUD counseling module that can be applied as a guide for midwives because this module does not only contain how the technique of counseling, what will be conveyed in counseling and what distinguishes it from the previous module, in this module there is preparation that strengthens an important midwife to carry out counseling.

Volume 29
Pages 31-38
DOI 10.22435/MPK.V29I1.384
Language English
Journal None

Full Text