Journal of Intelligent Information Systems | 2019

Kedudukan Mediasi Penal Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia

 

Abstract


Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, Vol. 4, No. 2, Desember 2018, pp. 187-199 188 JIIS. ISSN. 2407-4551 1. Pendahuluan Hukum sejatinya dibentuk dan diberlakukan sebagai sarana untuk memberikan perlindungan kepada setiap orang secara berkeadilan. Hukum Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, merupakan instrumen untuk mendukung terselenggaranya fungsi dan tugas negara untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan perdamaian serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hukum pidana Indonesia sebagai bidang spesifik dalam sistem hukum nasional berfungsi memberikan perlindungan terhadap hak dan kepentingan individu, masyarakat, bangsa dan negara yang diwakili oleh pemerintah, termasuk hak dan kepentingan pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana. Pengakuan dalam level normatif konstitusional dan konseptual ini tentulah tidak memiliki arti apa-apa manakala tidak dapat diwujudkan, yakni bilamana tidak didukung dengan pengaturan yang baik dalam peraturan perundang-undangan serta komitmen penuh dari para pihak yang bertanggungjawab, yakni warga masyarakat dan aparat penegak hukum. Warga masyarakat merupakan subjek hak dan kewajiban yang seyogyanya diakui, dilindungi dan dijamin pelaksanaannya oleh hukum yang berlaku. Sementara itu, aparat penegak hukum merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk memobilisasi atau melaksanakan hukum sebagaimana mestinya manakala terjadi perbuatan-perbuatan yang merugikan hak dan kepentingan seseorang sebagai subjek hukum. Indonesia yang merupakan negara beranekaragam suku dan budaya dengan berbagai macam kekayaan budaya. Indonesia mempunyai hukum adat sebagai sebuah sistem hukum yang hidup turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya yang masih coba dipertahankan dewasa ini ditengah terjangan sistem hukum nasional, yang tidak bisa dipungkiri merupakan cabang dari produk hukum kolonial terdahulu (KUHP dan KUHPer). Kekayaan budaya dan kearifan lokal tersebut mempunyai metode dan caranya tersendiri dalam penyelesaian masalah yang timbul dalam kehidupan bermassyarakat. Cara tersebut mempunyai tempat tersendiri dalam sistem peradilan di Indonesia. Salah satu corak keanekaragaman budaya Indonesia adalah metode musyawarah mufakat dalam menyelesaikan sengketa yang timbul di kalangan masyarakat. Musyawarah mufakat merupakan metode yang digunakan hampir di semua kalangan masyrakat adat di Indonesia, salah satunya demi menemukan jalan dalam menyelesaikan perkara dengan jalan diplomasi dan kesamaan tujuan sebuah mesyarakat dalam suatu wilayah tertentu (pribumi). Namun dahulu dengan adanya proses introduksi dan perkembangan suatu sistem hukum asing yang dibawa masuk kedalam tatanan sistem hukum lokal Indonesia yang dibawa oleh pemerintah kolonial mulai menggerus metode masyarakat adat dalam meyelesaikan sengketa. Sistem hukum asing atau Eropa kontinental mulai dipaksakan penerapannya di hindia belanda (Indonesia), yang nota bene merupakan sistem hukum eropa yang berakar pada tradisi hukum indo-jerman dan romawi-kristiani, dan yang dimuktahirkan lewat berbagai revolusi mulai dari papal revolutions hingga revolusi kaum borjuis-liberal di Perancis pada akhir abad ke-19. Dalam sistem peradilan pidana, Kitab undang-undang hukum pidana yang dikonkordansikan dari WVS terbitan pemerintah kolonial belanda masih di gunakan sampai saat ini. Hal ini sejalan dengan pidato Esmi Warassih dalam pidato pengukuhan beliau sebagai Guru besar, bahwa “Penerapan suatu sistem hukum yang tidak berasal atau ditumbuhkan dari kandungan masyarakat merupakan masalah, khususnya di negara-negara yang sedang berubah kerena terjadi ketidak cocokan antara nilai-nilai yang menjadi pendukung sistem hukum dari negara lain dengan nilai-nilai yang dihayati oleh anggota masyarakat itu sendiri”. Pendapat ini juga sejalan dengan pendapat Von savigny yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan organik antara hukum dan watak atau karakter suatubangsa, hukum hanyalah cerminan dari volgeist (jiwa bangsa) bangsa yang bersangkutan. Maka usaha pemerintah dalam melakukan pembaharuan hukum pidana dibidang substansinya melalui pembahruan KUHP dan KUHAP merupakan sebuah langkah penting dalam mewujudkan sejalannya hukum nasional dan perkembangan hukum dalam masyarakat, hal ini terlepas dari beberapa hal negatif yang timbul dalam proses pembentukan substansi hukum pidana umum diatas. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, Vol. 4, No. 2, Desember 2018, pp. 187-199 189 Beja Suryo Hadi Purnomo / Kedudukan Mediasi Penal Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia Dewasa ini, ditengah kuatnya paham normatif-positivisme para hakim dan pembentuk Undang-undang Indonesia. Sebuah ide yang berakar dari kearifan lokal masyarakat adat yang coba menerapkan metode musyawarah mufakat dalam penyelesaian perkara pidana di Indonesia-pun muncul. Lebih jelasnya seiring berjalan waktu, perubahan dan dinamika masyarakat yang teramat kompleks di satu sisi sedangkan di sisi lain terhadap regulasi pembuatan peraturanperundang-undangan sebagai kebijakan legislasi yang bersifat parsial ternyata sifat publik dari hukum pidana bergeser sifatnya karena relatif juga memasuki ranah privat dengan dikenal dan di praktekannya mediasi penal sebagai salah satu bentuk penyelesaian perkara di luar pengadilan. Mediasi adalah merupakan salah satu bentuk penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan yang lazim diterapkan dalam perkara perdata. Pada hukum positif Indonesia, asasnya perkara pidana tidak dapat diselesaikan diluar pengadilan, walaupun dalam hal-hal tertentu dimungkinkan. Namun selama ini implikasi praktek penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan secara parsial berlandaskan kepada surat kapolri No: B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 desember 2009 tentang penanganan kasus melalu alternative dispute resolutions (ADR). Tentu saja praktek mediasi penal yang merupakan salah satu implementasi dari Restorative Justice yang sudah coba diterapkan dalam penyelesaian perkara pidana tidak sejalan dengan sistem peradilan pidana indonesia yang kaku. Salah satu wujud implementasi Restorative Justice ialah melalui mediasi penal yang menurut Natangsa Subakti dipandang sebagai suatu pola penyelesaian perkara yang berakar dari budaya masyarakat tradisional, lalu kemudian dikemas dalam terminologi kontemporer. Eksistensi mediasi penal sebagai penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan merupakan dimensi baru apabila dikaji dari segi teoritis. Jika di hubungkan dengan Pancasila sebagai dasar ideologi negara, maka mediasi penal yang berbentuk musyawarah mufakat sejalan dengan sila ke 4 Pancasila yakni “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” yang secara bahasa menjelaskan bahwa Indonesia adalah sebuah negara demokrasi. Demokrasi pancasila yang menyerukan untuk pembuatan keputusan melalui musyawarah mencapai mufakat. Demokrasi Pancasila bermakna demokrasi berdasarkan kekuasaan rakyat yang diinspirasikan dan terintegrasi dengan prinsip-prinsip pancasila lainnya. Takdir Rahmadi dalam bukunya menjelaskan pengertian mediasi, menurut beliau mediasi adalah, suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. Mediasi dalam praktek peradilan perdata telah diatur tersendiri diluar HIR/RBg yakni dalam PERMA nomor 1 tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan dan juga dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Sedangkan dalam praktek peradilan pidana, dikenal nama mediasi penal yang pada dasarnya mempunyai kesamaan sifat dan tujuan dengan mediasi dalam praktek peradilan perdata, yang berbeda adalah mediasi penal dikenal dalam praktek peradilan pidana. Konsekuensi makin diterapkannya mediasi penal sebagai salah satu alternatif penyelesaian perkara dibidang hukum pidana melalui restitusi dalam proses pidana yang menunjukkan bahwa perbedaan antara hukum pidana dan perdata tidak begitu besar dan perbedaan itu menjadi tidak berfungsi.Pemikiran diatas sejalan dengan metode musyawarah mufakat dalam masyarakat adat Indonesia yang dalam penyelesaian perkara melalui musyawarah mufakat, tidak membedakan secara jelas antara permasalahan yang dalam bidang hukum privat atau permasalahan yang masuk dalam hukum publik, keduanya mempunyai bentuk dan metode penyelesaian musyawarah yang sama, yang berbeda hanyalah objek permasalahan. Tentu saja tidak semua tindak pidana dapat diselesaikan melalui metode mediasi penal, hanya tindak pidana yang mempunyai ancaman pidana yang ringan sebagaimana yang disebutkan oleh Muzakkir dalam makalahnya bahwa salah satu kategorisasi tindak pidana yang dapat diselesaikan diluar pengadilan melalui metode Mediasi Penal adalah Tindak Pidana yang termasuk kategori ringan/serba ringan dan aparat penegak hukum menggunakan wewenangnya untuk melakukan diskresi. Salah satu tindak pidana yang umum terjadi di Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, Vol. 4, No. 2, Desember 2018, pp. 187-199 190 JIIS. ISSN. 2407-4551 masyarakat adalah tindak pidana penggelapan yang diatur dalam kitab Undang-undang Hukum pidana. Tindak pidana penggelapan atau kejahatan terhadap harta benda secara umum diatur dalam BAB XXIV Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 372 KUHP sampai dengan pasal 377 KUHP). Diantara beberapa pasal tersebut terdapat ancaman pidana yang ringan yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana yang dapat diselesaikan melalui metode Restorative Justice seperti yang terdapat dalam pasal 373 KUHP bahwa : “Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 372 apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam sebagai Penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah”. Bahwa berdasarkan nota kesepakatan bersama ketua mahkamah agung, menteri hukum dan hak azasi manusia

Volume 4
Pages None
DOI 10.23887/jiis.v4i2.16535
Language English
Journal Journal of Intelligent Information Systems

Full Text