Archive | 2021

Analisis Pola Sebaran Area Upwelling di Selatan Indonesia Menggunakan Citra Modis Level 2

 
 
 

Abstract


Upwelling merupakan fenomena naiknya air laut di lapisan bawah menuju ke permukaan akibat pergerakan angin di atasnya (Susanto et al., 2001). Menurut Trujillo dan Thurman (2004), upwelling terjadi karena adanya proses divergensi ekman dan pengaruh angin. Upwelling bisa terjadi di perairan laut lepas dan perairan pantai dimana proses terjadinya di kedua perairan tersebut berbeda-beda, dimana pada perairan laut lepas dipengaruhi oleh pergerakan arus yang menyebar dari massa air lapisan bawah yang naik ke permukaan dan mengisi kekosongan. Sedangkan proses terjadinya upwelling di perairan pantai, yaitu terjadinya divergensi ekman akibat tiupan angin sejajar pantai (Kunarso dan Ningsih, 2014). Massa air yang bergerak dari dalam menuju kepermukaan menyebabkan suhu permukaan laut (SPL) yang rendah, tingginya salinitas dan kandungan zat hara yang tinggi di butuhkan untuk makanan ikan ke permukaan laut (Hasyim, 2014). Penelitian tentang pola sebaran upwelling sangat penting untuk bidang perikanan khususmya perikanan tangkap. Menurut Gunarso (1985), daerah fishing ground yang potensial umumnya di daerah yang terdapat upwelling. Daerah upwelling mempunyai tingkat produktivitas primer yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesuburan perairan (Surinati, 2009). Daerah upwelling juga merupakan daerah yang potensial untuk penangkapan ikan tuna, karena konsentrasi plankton yang tinggi menyebabkan ikan-ikan kecil berkumpul sebagai makanan ikan tuna (Kunarso et al., 2005). Wilayah yang memiliki potensi upwelling yang tinggi adalah perairan Selatan Indonesia yang meliputi Selatan Pulau Jawa Nusa Tenggara Timur (NTT) (Amri et al., 2013). Menurut keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomer 68/KEPMEN-KP/21016 tentang Wilayah Pengolahan Perikanan (WPP), perairan selatan Jawa NTT termasuk ke dalam Wilayah Pengolahan Perikanan 573 (WPP-RI 573) yang memiliki potensi sumberdaya ikan tinggi. Ada beberapa faktor yang diketahui mempengaruhi kondisi oseanografi perairan Selatan Indonesia, diantaranya adalah posisi perairan Selatan Indonesia yang dilalui oleh Indonesian Throughflow (ITF), kalvin wave, Madden Julian Oscillation MJO, Arus Katulistiwa Selatan (AKS) dan Arus Pantai Selatan Jawa (APJ) (Purba, 2007; Soenarmo, 2009). Kondisi tersebut menjadikan perairan Selatan Indonesia memiliki variabilitas SPL dan klorofil-a yang tingggi akibat perubahan fenomena oseanografi baik secara regional maupun global. Selain pengaruh langsung dari atmosfer dan Samudra Hindia, perairan Selatan Indonesia juga terdampak dengan adanya El Nino Southern Oscillation (ENSO) di Samudra Pasifik (Tubalawony dan Simon, 2008). El Nino mengalami peningkatan volume massa air saat terjadinya sirkulasi arus ITF sehingga mempengaruhi temperatur di Samudra Hindia khususnya di Selatan JawaNTT, sebaliknya pada periode La Nina volume massa air mengalami penurunan (Susanto et al., 2001). Upwelling di Selatan Jawa Timur relatif stabil sepanjang tahun karena ART I C LE I NFO ABST R ACT

Volume 4
Pages 56
DOI 10.24843/JMRT.2021.V04.I01.P09
Language English
Journal None

Full Text