Archive | 2021

EFEKTIVITAS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 22/PUU-XV/2017 TENTANG BATAS USIA PERKAWINAN

 
 
 
 
 
 

Abstract


This paper will discuss how the post-judicial decision of the Constitutional Court has a minimum age of marriage for woman and consideration in the values of human rights. This paper aims to provide an understanding to the public that the importance of paying attention to the age of marriage is a form of protection of children’s rights, and as an effort to prevent discrimination against woman. The research method used is a combination of normative legal research and empirical legal research. The research material that will be used in this research includes secondary data and primary data. Primary data were obtained directly from samples / research subjects. While the legal materials for secondary data in this study were obtained from library materials related to the problem. After the verdict of the Constitutional Court at a minimum age is married to a 19-year-old woman in terms of the values of human rights, and this is one form of public awareness and responsibility of the state for the protection and fulfillment of human rights (children’s rights and principles of nondiscrimination) and constitutional rights. This issue further looks at the future impact of child marriage for woman can lead to discriminatory actions against woman related to the issue of legal position between men and women who will directly violate children’s rights.\xa0Tulisan ini akan membahas bagaimana pasca-putusan Mahkamah Konstitusi usia minimal menikah bagi perempuan dan pertimbangan dalam nilai-nilai hak asasi manusia. Tulisan ini bertujuan: memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pentingnya memperhatikan usia menikah sebagai salah satu bentuk perlindungan terhadap hak-hak anak dan sebagai salah satu upaya pencegahan tindakan diskriminasi terhadap perempuan. Metode penelitian yang digunakan yakni perpaduan antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Bahan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder maupun data primer. Data primer diperoleh secara langsung dari sampel/subjek penelitian. Sedangkan bahan hukum data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan permasalahan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pasca-putusan Mahkamah Konstitusi usia minimal menikah bagi perempuan 19 (sembilan belas) tahun menunjukan sangat sarat dengan pertimbangan nilai-nilai hak asasi manusia, dan ini merupakan salah satu bentuk kesadaran masyarakat dan tanggung jawab negara atas perlindungan dan pemenuhan terhadap hak asasi (hak-hak anak, dan prinsip non diskriminasi) dan hak konstitusi. Persoalan ini lebih jauh melihat kedepan dampak dari perkawinan usia anak bagi perempuan dapat menimbulkan tindakan diskriminasi terhadap perempuan terkait dengan persoalan kedudukan hukum antara laki-laki dan perempuan yang secara langsung akan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak anak.

Volume 5
Pages 300
DOI 10.24912/JMISHUMSEN.V5I1.10097.2021
Language English
Journal None

Full Text