Indonesian Journal of Community Engagement | 2019

IMPLEMENTASI MESIN SANGRAI KOPI PADA UKM KOPI BUBUK “BIAS KAHYANGAN” DI DESA ARJOWINANGUN – KOTA MALANG

 
 
 

Abstract


Budaya minum kopi atau ngopi sudah lama dipercaya masyarakat dan terbukti bermanfaat \xa0meningkatkan kesehatan dan kesegaran bagi tubuh.\xa0 Oleh karena itu kebutuhan konsumen pada kopi bubuk di kota Malang cukup besar sehingga banyak sekali produsen kopi bubuk bermunculan mulai dari perusahaan besar sampai home industri.\xa0 UKM Kopi bubuk merek “Bias Kahyangan” adalah usaha dagang kopi bubuk murni yang berlokasi di desa Arjowinangun Kota Malang. \xa0Dalam kegiatan produksinya, proses sangrai kopi masih dilakukan oleh pihak ketiga (outsourching) yang berlokasi di kecamatan Dampit kabupaten Malang yang berjarak sekitar 25 km dari lokasi UKM. Hal ini menyebabkan harga pengadaan kopi sangrai relatif mahal sehingga berakibat menurunkan keuntungan UKM dan kadang juga mengalami keterlambatan dalam memenuhi kebutuhan konsumennya.\xa0 Untuk menyelesaikan persoalan ini, UKM membutuhkan mesin sangrai kopi yang siap dioperasionalkan dengan kapasitas produksi yang sesuai dengan kebutuhan UKM. Langkah-langkah pengadaan mesin sangrai kopi adalah sebagai berikut : (1) Pembuatan Desain Mesin Sangrai Kopi skala UKM (Biaya pembuatan dan kapasitas produksi sesuai dengan kondisi di UKM), (2) pembuatan mesin sangrai di bengkel teknik, (3)\xa0 uji coba mesin sangrai dalam menghasilkan kopi sangrai yang berkualitas, (4) pendampingan produksi kopi sangrai dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen. Untuk dapat menghasilkan kopi bubuk yang berkualitas dibutuhkan kopi sangrai yang berkualitas yaitu matang sampai kedalam, tidak gosong dan harum baunya.\xa0 Sedangkan untuk menghasilkan kopi sangrai yang berkualitas dibutuhkan biji kopi yang berkualitas dan proses sangrai yang terkendali.\xa0 Biji kopi yang berkualitas adalah biji kopi yang sudah benar-benar kering dan rasanya tidak langu (rasa tidak sedap). Sedangkan proses sangrai yang terkendali dapat dilakukan dengan baik melalui implementasi mesin sangrai kopi yang telah selesai dibuat di UKM. Dengan penerapan mesin sangrai kopi untuk memproduksi kopi sangrai secara mandiri di UKM, maka biaya pengadaan kopi sangrai untuk volume yang sama menjadi berkurang bila dibandingkan dengan biaya outsourching.\xa0 \xa0Sebelumnya untuk pengadaan kopi sangrai membutuhkan biaya Rp. 45.000,- per kg, setelah melakukan proses sangrai secara mandiri hanya membutuhkan biaya ± Rp. 40.000,- per kg.\xa0\xa0 Volume produksi mesin sangrai kopi yang dihasilkan adalah ± 10 kg setiap kali proses sangrai dengan lama proses ± 70 menit. Sehingga dengan implementasi mesin sangrai kopi memungkinkan untuk meningkatkan omset penjualan kopi bubuk dari sebelumnya 15 kg per hari menjadi 60 kg per hari.\xa0 Saat ini UKM telah berhasil meningkatkan omset penjualan kopi bubuk dari 15 kg per hari menjadi 30 kg per hari.\xa0 Keuntungan bersih yang didapat UKM meningkat dari Rp. 65.000,- per hari menjadi Rp. 200.000,- per hari. DOI: https://doi.org/10.26905/abdimas.v4i1.3231

Volume 4
Pages 1-6
DOI 10.26905/ABDIMAS.V4I1.3231
Language English
Journal Indonesian Journal of Community Engagement

Full Text