Archive | 2021

Studi Deskriptif Mengenai Subjective Well-Being Remaja Low Vision di SLBN A Bandung

 
 

Abstract


Abstract. The limitations of low vision create physical barriers and inhibit adolescence to fulfilling developmental tasks. In addition, the physical limitations of low vision will have an impact to life satisfaction and stundent’s affection during their life. Although theoretically life satisfaction can be different from each person because cognitive component can involves the process of evaluating life events, which can determine the level of \xa0Subjective well-being. The purpose of this study is describe subjective well-being of low vision student at SLBN A Bandung. The method used in this research is a descriptive method using standard scale of Life Satisfaction bey Ed.Diener, 1984 and the Positive and Negative Affect Schedule designed by Watson et al. (1998). Watson, et al (1988) made a measuring instrument based on the theory developed by Ed. Diener. The results showed that 5 (50%) low vision studet has high subjective well-being , which means they have high life satisfaction, \xa0and more often feeling of positive affects than negative affects. Keywords: Subjective well-being , \xa0Adolescence, Low vision Abstrak. Keterbatasan low vision menimbulkan hambatan fisik dan juga dapat menghambat remaja low vision akan berdampak terhadap kepuasan hidup serta afek yang dirasakan siswa selama hidupnya. Meskipun secara teoritis kepuasan hidup setiap orang dapat berbeda-bwda karena hal ini merupakan komponen kognitif yang melibatkan proses evaluasi terhadap keejadian-kejadian dalam hidup, yang dapat menentukan tinggi rendahnya kesejahteraan psikologis seseorang atau yang biasa disebut Subjective well-being. Tujuan penelitian ini untuk melihat gambaran empiris mengenai kondisi Subjective Well-Being pada remaja low vision di SLBN A Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan deskriptif dengan memakai alat ukur berupa skala baku Life Satisfaction Ed. Diener.,1984 dan Positive and Negative Affect Schedule yang didesain oleh Watson, dkk (1988). Watson, dkk (1988) membuat alat ukur berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Ed. Diener, 1984. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa sebanyak 5 (50%) remaja low vision memiliki Subjective Well-Being yang tinggi, yang artinya mereka memiliki kepuasan hidup yang tinggi, yang ditunjang dengan lebih sering merasakan afek positif dibandingkan afek negatif. Kata Kunci : Subjective Well-Being, Remaja, Low Vision

Volume 7
Pages 89-93
DOI 10.29313/.V7I1.25857
Language English
Journal None

Full Text