Archive | 2019

Peranan Kecerdasan Emosional Pada Pemilihan Strategi Coping Pada Mahasiswa yang Bekerja

 
 
 

Abstract


Students who study while working must balance the demands of lectures and jobs at once. Individuals will make various efforts to master unpleasant demands, also known as coping strategies. On the other hand, emotional intelligence can influence the choice of someone s coping strategy, whether it tends to use problem-focused coping or emotion-focused coping. The aims of this study were to prove the relationship between emotional intelligence and coping strategy. The subjects of this study are 105 work-study computer science students of STMIK Mikroskil Medan selected by purposive sampling. Data was collected from scale to measure emotional intelligence and coping strategy. The analysis of data was performed by Pearson Product Moment Correlation with SPSS 19.00 for Windows. Result showed that there was a positive correlation between emotional intelligence and coping strategy. Another result showed that there was a positive correlation between emotional intelligence and problem-focused coping and emotion-focused coping. Keyword: emotional intelligence, coping strategy, problem-focused coping, emotionfocused coping Abstrak Mahasiwa yang kuliah sambil bekerja harus mengimbangi tuntutan perkuliahan dan pekerjaan sekaligus. Individu akan melakukan berbagai usaha untuk menguasai tuntutan yang tidak menyenangkan, atau yang dikenal dengan strategi coping. Pada sisi lain, kecerdasan emosional dapat memengaruhi pemilihan strategi coping seseorang, apakah cenderung menggunakan problem-focused coping atau emotionfocused coping. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dan strategi coping. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Teknik Informatika STMIK Mikroskil Medan yang kuliah sambil bekerja sebanyak 105 orang yang dipilih dengan metode purposive sampling. Data diperoleh melalui skala untuk mengukur strategi coping dan kecerdasan emosional. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pearson Product Moment Correlation dengan bantuan SPSS 19.00 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara kecerdasan emosional dan strategi coping. Hasil lainnya menunjukkan adanya hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan problem-focused coping dan emotion-focused coping. Kata kunci: kecerdasan emosional, strategi coping, problem-focused coping, emotionfocused coping Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Persona: Jurnal Psikologi Indonesia E-mail: [email protected] [39] Tommy Felix, Winida Marpaung, Mukhaira E. Volume 8, No. 1, Juni 2019 Persona: Jurnal Psikologi Indonesia ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Page | 40 Pendahuluan Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja sudah menjadi fenomena yang umum. Pilihan untuk kuliah sambil bekerja umumnya dilandasi dengan alasan untuk memenuhi biaya kuliah, biaya akomodasi, biaya makan, biaya sewa indekos, dan biaya ekstra lainnya. Sebagian lainnya memilih bekerja untuk mengembangkan keterampilan tambahan dan memperkaya pengalaman kerja mereka. Kuliah sambil bekerja tentunya akan memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang diperoleh antara lain mahasiswa dapat melatih kemandirian dan memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan kuliah. Selain itu, mahasiswa dapat menyalurkan hobi, menambah pengalaman, memperoleh keterampilan dan pengetahuan tambahan, serta belajar mengenai tanggung jawab (Manthei & Gilmore, dalam Tumin & Faizuddin, 2017). Dampak negatif yang paling dirasakan mahasiswa bekerja adalah kelebihan beban peran. Selain menjadi akademisi di kampus, mahasiswa juga dituntut agar mampu memenuhi tanggung jawabnya ketika bekerja (Luthan, 2006). Berbagai permasalahan di tempat kerja dapat memengaruhi proses belajar mahasiswa yang bekerja. Masalah-masalah yang sering dihadapi di tempat kerja antara lain, rutinitas pekerjaan yang monoton, konflik hubungan sesama pekerja atau dengan atasan, persaingan yang ketat, gaji yang tidak sesuai, serta pekerjaan yang bertumpuk dapat menimbulkan konflik bagi karyawan (Butler, dalam Owen, Kavanagh, & Dollard, 2018). Konflik antara kuliah dan bekerja dapat berakibat buruk pada kesehatan fisik dan menimbulkan stres. Stres yang muncul akan memengaruhi kondisi psikologis seseorang dan bahkan memengaruhi kesejahteraan diri (Lingard, dalam Nurfitria & Masykur, 2016). Hal serupa juga ditemukan peneliti dari hasil wawancara singkat pada mahasiswa STMIK Mikroskil Medan. Dari sejumlah mahasiswa yang diwawancarai oleh peneliti, 20 di antaranya mengaku mengalami kesulitan kuliah sambil bekerja, baik kesulitan dalam mengatur waktu, kesulitan memenuhi tuntutan pekerjaan dan tuntutan perkuliahan sekaligus, hingga kesulitan dalam membagi konsentrasi antara pekerjaan dan perkuliahan. Para mahasiswa mengaku mengalami kelelahan fisik akibat kuliah sambil bekerja, karena waktu kerja dan kuliah yang sangat berdekatan dan hampir tidak ada jeda. Banyak juga yang mengaku kesulitan mengerjakan tugas diperkuliahan karena sebagian besar waktu tersita oleh pekerjaannya di tempat kerja dan pada akhirnya Persona: Jurnal Psikologi Indonesia Volume 8, No. 1, Juni 2019 ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Tommy Felix, Winida Marpaung, Mukhaira E. Page I 41 berdampak terhadap menurunnya indeks prestasi para mahasiswa yang sambil bekerja. Bahkan beberapa mahasiswa memutuskan untuk berhenti kuliah karena tidak mampu mengimbangi tuntutan kuliah dan pekerjaan. Pada dasarnya, individu akan melakukan berbagai usaha untuk menguasai, meredakan, atau menghilangkan berbagai tekanan tidak menyenangkan yang dialaminya, atau yang dikenal dengan istilah strategi coping. Sarafino dan Smith (2011) mengungkapkan bahwa strategi coping merupakan suatu proses mengatasi ketidakseimbangan antara tuntutan-tuntutan yang dirasakan dalam suatu situasi yang menekan, mengancam, atau menimbulkan stres. Upaya dalam mengatasi masalah tertuju pada memperbaiki atau menguasai masalah. Strategi coping juga membantu seseorang untuk mengubah pandangannya mengenai ketidakseimbangan dan menerima situasi mengancam (Carver & Smith dalam Sarafino & Smith 2011). Strategi coping menunjukkan bagaimana individu bereaksi terhadap stres. Individu akan mengumpulkan informasi mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi situasi yang tidak menyenangkan, baik dengan cara mengambil langkah nyata untuk merubah situasi tersebut atau mencoba menghindari permasalahan tersebut (Lazarus, dalam Rabenu & Yaniv, 2017) Strategi coping dibagi menjadi dua bentuk, yakni coping yang berorientasi pada masalah (problem-focused coping) dan coping yang berorientasi pada emosi (emotionfocused coping). Problem-focused coping merupakan strategi atau usaha yang dilakukan untuk mengurangi situasi stres dengan cara mengembangkan kemampuan atau mempelajari keterampilan yang baru untuk mengubah dan menghadapi situasi, keadaan, atau pokok permasalahan. Berbeda dengan problem-focused coping, emotionfocused coping merupakan strategi atau usaha yang dilakukan untuk mengurangi situasi stres dengan cara mengontrol respon emosional (Lazarus dan Folkman, dalam Nurhayati, 2012). Individu dituntut untuk mampu memilih strategi coping yang tepat dalam mengatasinya masalahnya. Setiap masalah membutuhkan cara-cara penyelesaian yang berbeda, sehingga dibutuhkan strategi coping yang berbeda pula. Pada situasi yang dinilai relatif dapat dikontrol maka penggunaan problem-focused coping pada penyelesaian masalah dianggap lebih efektif, sedangkan pada situasi yang dinilai relatif Tommy Felix, Winida Marpaung, Mukhaira E. Volume 8, No. 1, Juni 2019 Persona: Jurnal Psikologi Indonesia ISSN. 2301-5985 (Print), 2615-5168 (Online) Page | 42 sulit dikontrol maka penggunaan emotion-focused coping menjadi lebih efektif (Lazarus & Folkman, 1984) Strategi coping salah satunya dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, dimana individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi dinilai dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik karena individu tersebut dapat secara tepat melihat dan menilai tingkat emosinya sendiri, tahu bagaimana dan kapan untuk mengekspresikan emosi yang dirasakan, dan dapat secara efektif mengatur perasaannya sendiri. (Salovey, Bedell, Detweiler, & Mayer dalam Matthews, Zeidner, & Roberts, 2002). Pendapat tersebut juga didukung oleh Erozkan (2013) melalui penelitiannya yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional dapat memengaruhi strategi coping seseorang. Diketahui jika seseorang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, intensitas penggunaan problem-focused coping dalam penyelesaian masalahnya juga semakin tinggi. Kecerdasan emosional adalah kemampuan emosi yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri, memiliki daya tahan ketika menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan tekanan, memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati, dan membina hubungan dengan orang lain (Goleman, 1995). Kecerdasan emosional berkaitan dengan bagaimana cara individu memahami perilaku diri sendiri dan orang lain, serta mampu mengendalikannya (Saini, 2018). Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional tinggi merupakan individu yang terampil dalam menyelesaikan permasalahan emosional dan mampu mencapai tujuannya dengan caracara efektif (Mayer et al., dalam Killgore, dkk., 2017). Kemampuan untuk mengidentifikasi emosi, meregulasi emosi, dan mengendalikan diri menentukan perilaku coping seseorang dan berakibat bagaimana penyesuaian diri individu terhadap masalah. Individu yang memiliki kompetensi kecerdasan emosional diyakini juga kompeten dalam melakukan coping (Matthews, Zeidner, & Roberts, 2002). Kompetensi kecerdasan emosional yang disebutkan sesuai dengan yang diungkapkan pada definisi kecerdasan oleh Goleman (1995) dan aspek yang diungkapkan oleh Salovey (dalam Goleman, 1995) yang terdiri dari mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan. Bar-On (dalam Matthews, Zeidner, & Roberts, 2002) juga Persona: Jurnal Psikologi

Volume 8
Pages 39-56
DOI 10.30996/PERSONA.V8I1.2377
Language English
Journal None

Full Text