Archive | 2019

Gerakan Resiliensi Rumah Penginapan Bambu Tahan Gempa di Pulau Wisata Timur Indonesia

 

Abstract


AbstractPelestarian warisan or heritage protection for bamboo houses with earthquake resistant needs to be encouraged at a post-disaster resilient movement in West Nusa Tenggara and other tourist islands in eastern Indonesia. The ability to be optimistic, empathy with self-efficacy accompanied by emotion regulation after the earthquake became the main aspect of the resilience of the population in the tourist area to start building bamboo houses as commercial lodging. Kundun House is an example of bamboo lodging on the island of Gili Trawangan, which was built in 2017 one year before the Lombok earthquake that occurred on August 5, 2018 which left the island of Gili Trawangan vacated. The psychological resilience of Kundun homeowner as well as the “Batu Bambu Inn” owner to face the earthquake as well as the solid establishment of their lodgings, the two-story lodging building made of bamboo is still intact without damage after the calamity last August. This paper refers to the theory of global village (McLuhan, 1962 and 1994), a concept that encourages people to interact intensely and live in a global space. At the theoretical level, global village terminology often intertwines with disaster resilience that reveals livelihoods after the earthquake in Lombok to the surrounding islands including Gili Trawangan which results in damage to school buildings, housing, roads and market infrastructure and also leaves trauma for residents and island tourism entrepreneurs (Gili Trawangan is only 15 square kilometres wide) as well as the island of Lombok. The trauma experienced by the residents of Gili Trawangan shows the need for a sturdy bamboo house model and can be used as a modeling for commercial lodging houses. The potential for more development of earthquake-resistant bamboo houses prototypes of Kundun house are now offered to be developed in the island of Sumba which on the 31st of January 2019 was also rocked by an earthquake. The movement of the bamboo lodging houses in tourist areas should be a reconstruction of the mass bamboo planting ecology as part of the protection of Indonesia s cultural heritage which is famous for its traditional houses that have been tested for earthquake resistance. \n\xa0 \nHeritage protection (pelestarian warisan) rumah bambu tahan gempa bumi perlu digalakkan sebagai gerakan resilien pasca bencana di Nusa Tenggara Barat dan pulau wisata lain di timur Indonesia. Kemampuan untuk optimis, empati dengan efikasi diri yang disertai dengan regulasi emosi pasca gempa menjadi aspek utama daya lentur penduduk kawasan wisata untuk mulai membangun rumah bambu sebagai penginapan komersial. “Rumah Kundun” menjadi contoh penginapan dari bambu di pulau Gili Trawangan yang dibangun tahun 2017 satu tahun sebelum gempa Lombok yang terjadi tanggal 5 Agustus 2018 yang menyebabkan pulau Gili Trawangan dikosongkan. Kekuatan psikologis resilien pemilik rumah Kundun dan juga penginapan “Batu Bambu” menghadapi gempa serta kokoh berdirinya penginapan mereka yang bangunan penginapannya berlantai dua terbuat dari bambu masih utuh tanpa kerusakan pasca gempa bumi susulan setelah Agustus lalu. Tulisan ini merujuk teori global village (McLuhan, 1962 dan 1994), konsep yang mendorong masyarakat untuk berinteraksi secara intens dan tinggal dalam sebuah ruang global. Pada tataran teoretik, terminologi global village acap berkelindan dengan “resiliensi kebencanaan” yang mengungkap livelihood pasca kejadian gempaLombok hingga ke pulau sekitarnya termasuk Gili Trawangan yang berakibat kerusakan bangunan sekolah, perumahan, jalan dan infrastruktur pasar dan menyisakan trauma bagi penduduk dan pelaku usaha wisata (Gili Trawangan hanya seluas 15 kilometer persegi) dan pulau Lombok. Trauma yang dialami penduduk Gili Trawangan ini memperlihatkan perlunya model rumah bambu yang kokoh dan dapat menjadi percontohan sebagai rumah penginapan komersial. Potensi pengembangan rumah bambu tahan gempa prototipe dari rumah Kundun kini ditawarkan untuk dikembangkan di pulau Sumba yang pada tanggal 31 Januari 2019 lalu juga diguncang gempa bumi. Gerakan resiliansi rumah penginapan bambu di kawasan wisata hendaknya menjadi rekonstruksi ekologi penanaman massif bambu sebagai bagian dari proteksi warisan budaya Indonesia yang terkenal dengan rumah adatnya yang telah teruji tahan gempa.

Volume 2
Pages 1-9
DOI 10.32734/lwsa.v2i1.616
Language English
Journal None

Full Text