Archive | 2019

AFIRMASI MK TERHADAP JUKSTAPOSISI MASYARAKAT ADAT SEBAGAI SUBYEK HAK BERSERIKAT DI INDONESIA (Analisis terhadap Keterlibatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012)

 
 

Abstract


Sejak awal periode kemerdekaan, masyarakat adat telah diakui sebagai salah satu entitas hukum yang telah hidup mendahului eksistensi negara Republik Indonesia. Namun, hak-hak konstitusionalnya tidak pernah dikategorisasi secara spesifik. Diskusinya cenderung terbatas pada hak-hak properti seperti hak ulayat. Namun demikian, dinamika konstitusi memungkinkan munculnya kategori hak-hak baru bagi masyarakat adat, termasuk hak untuk berserikat. Pasca Orde Baru, beberapa kelompok masyarakat adat membentuk organisasi bernama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Diantara kegiatannya, AMAN beberapa kali melakukan gugatan pengujian konstitusionalitas undang-undang ke Mahkamah Konstitusi, seperti tercermin dalam Putusan MK No. 35/PUU-X/2012. Penelitian ini kemudian berusaha menggambarkan bentuk pengakuan kontemporer negara melalui Mahkamah Konstitusi terhadap hak berserikat dan hak berkumpul masyarakat adat, yang tercermin dalam Putusan MK No. 35/PUU-X/2012. Penelitian dilaksanakan dengan metode yuridis normatif, dengan pendekatan statuta dan pendekatan konseptual. Di dalam Putusan No. 35/PUU-X/2012, tercermin proses afirmasi Mahkamah Konstitusi terhadap status hukum organisasi masyarakat adat dengan mengakui\xa0 legal standing\xa0 AMAN. Masyarakat adat kini diakui sebagai subyek yang dapat berserikat, sebagaimana orang ( natuurlijk persoon ) dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, MK telah melakukan suatu pembaruan terkait klausul konstitusi tentang hak berserikat. Akibatnya, posisi masyarakat adat sebagai subyek hukum semakin kuat di dalam sistem hukum Indonesia.

Volume 8
Pages 19-35
DOI 10.33331/rechtsvinding.v8i1.300
Language English
Journal None

Full Text