Archive | 2021

Sejarah dan Ajaran Tarekat Syattariyyah di Keraton Keprabonan

 
 
 

Abstract


Tarekat Syattariyah adalah satu dari sekian banyak tarekat yang berkembang di Indonesia. Tarekat ini didirikan oleh Syah Abd-Allah al-Syattar (w.890 H/1485 M) yang berasal dari daerah India. Masuk ke Indonesia di bawa oleh Syaikh Abdurrauf bin Ali al-Jawi al-Sinkili (1024-1105 H/1615-1693 M). Ia adalah seorang Ulama ahli hukum Islam (fiqh) sekaligus ahli tasawuf yang bermukim di Kerajaaan Islam Aceh pada sekitar Abad 17. Di sana Ia menjadi seorang Qadi (hakim Islam) pada zaman pemerintahan Sultanah Safiyatuddin (1645-1675).[1] Kemudian tarekat ini masuk ke daerah Jawa Barat, di sebarkan oleh Syaikh Abdul Muhyi (1071-1151 H/1650-1730 M) dari Pamijahan Tasikmalaya, yang merupakan murid dari Syaikh Abdurrauf bin Ali al-Jawi ketika ia belajar di Makkah.[2] Lalu melalui penelitian kami di Cirebon, di ketahui bahwa dari Pamijahan Tasikmalaya Tarekat Syattariyah kemungkinan masuk ke lingkungan Keraton Cirebon di bawa oleh Kyai Soleh Kertabasuki yang kemudian mengajarkan kepada Kyai Muhammad Arjaen, seorang Qadi di Keraton Kanoman Cirebon. Hal ini berdasarkan informasi yang terdapat pada Kitab Dadalan Tarekat Syattariyah Petarekan Ratu Raja Fatimah Keraton Kanoman Cirebon (Kitab panduan bertarekat lembaga tarekat Ratu Raja Fatimah dari Keraton Kanoman Cirebon) pada keterangan mengenai silsilah Tarekat Syattariyah.[3] Alasan kami menulis tentang Tarekat Syattariyah di lingkungan Keraton Cirebon adalah karena mengingat posisinya sebagai tarekat yang telah sangat lama di amalkan oleh komunitas Keraton Cirebon khususnya dan sebagian masyarakat Cirebon pada umumnya sehingga sedikit banyak telah mempengaruhi pola keberagamaan mereka. Oleh sebab itu, keberadaan Tarekat Syattariyah ini tidak dapat dipisahkan dengan sejarah perjalanan Keraton Cirebon yang dahulu merupakan salah satu basis penyebaran Islam di tanah Jawa.

Volume 1
Pages 359-367
DOI 10.36418/SOSAINS.V1I5.100
Language English
Journal None

Full Text