Archive | 2019

OLA KONSUMSI MAKANAN PADA ANAK AUTISME

 

Abstract


Saat ini prevalensi anak autisme meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 1987 jumlah anak autisme diperkirakan 1:5000. Jumlah ini meningkat dengan pesat, pada tahun 2005 menjadi 1:160, dan tahun 2014 WHO mengidentifikasi 1 dari 68 anak mengalami autisme (1 dari 42 anak laki-laki dan 1 dari 189 anak perempuan). Kondisi yang sering terjadi pada anak autisme adalah gangguan pencernaan dan penyimpangan metabolisme yang menyebabkan gluten dan kasein tidak bisa dicerna dan berubah menjadi peptida yang bisa meracuni otak dan memberi efek pada gangguan fungsi otak, sehingga anak menjadi hiperaktif. Terapi diit merupakan salah satu terapi yang dapat dilakukan di rumah dengan cara menghindari berbagai jenis makanan yang mengandung gluten, kasein, jamur, dan makanan yang mengandung zat aditif, sehingga pengaturan pola makan perlu mendapat perhatian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi makanan pada anak autisme di SLBN 1 Garut. Penelitian ini menggunakan rancangan crossectional dengan sampel penelitian total populasi yaitu seluruh siswa SLBN 1 Garut penyandang autisme. Pola konsumsi makanan dikumpulkan dengan metode food recall dan food frekwensi yang diolah dengan program NutriSurvey dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata asupan energi sebanyak 1673,863 Kcal, asupan protein 63,113 gram, asupan lemak 61,100 gram, dan asupan karbohidrat sebanyak 255,250 gram. Sepuluh jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi anak autisme di SLB N 1 Garut adalah susu, es krim, nugget, sosis, biskuit, mie instan, roti, keju, youghurt, dan jus buah. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa anak autisme di SLB Negri 1 Garut memiliki rata-rata asupan protein, lemak dan karbohidrat di bawah kebutuhan yang seharusnya, dan mengkonsumsi makanan yang mengandung gluten, kasein dan jamur/fermentasi. Disarankan orang tua untuk meningkatkan pemberian nutrisi dan membatasi pemberian makanan yang mengandung gluten, kasein dan mengandung zat aditif, serta menggantinya dengan makanan yang lebih sehat.

Volume 19
Pages 276-284
DOI 10.36465/JKBTH.V19I2.504
Language English
Journal None

Full Text