Dalam kehidupan perkotaan saat ini, masalah kekurangan pangan menjadi perhatian yang terus berkembang, terutama karena makanan segar dan sehat semakin langka di banyak komunitas. Dengan munculnya kebun komunitas, solusi baru untuk masalah ini telah ditemukan. Kebun komunitas tidak hanya memberi warga kota kesempatan untuk menanam dan mengakses makanan, tetapi juga membina hubungan sosial, meningkatkan kesehatan mental, dan memperkuat kohesi komunitas.
Kebun komunitas adalah sebidang tanah yang diolah oleh sekelompok orang bersama-sama, biasanya dibagi menjadi petak-petak eksklusif individu, dengan setiap tukang kebun bertanggung jawab atas area penanamannya sendiri dan hasil panen menjadi miliknya sendiri.
Kebun komunitas hadir dalam berbagai model, termasuk kebun individu dan kebun kolektif yang diolah bersama-sama. Secara historis, kebun komunitas dimulai selama Revolusi Industri dan muncul seiring dengan percepatan urbanisasi. Seperti kebun buruh pada saat itu, pengembangan kebun komunitas telah mengalami dua gelombang besar, yaitu gerakan Kebun Kebebasan dan Kebun Kemenangan selama dua perang dunia. Volatilitas terbaru terjadi pada tahun 1970-an, yang difasilitasi oleh krisis minyak dan gerakan akar rumput untuk mendapatkan tanah. Saat ini, kebun komunitas kembali menarik perhatian di seluruh dunia, terutama dalam konteks krisis ekologi dan perubahan iklim.
Kebun komunitas tidak hanya menyediakan hasil bumi dan tanaman segar, tetapi juga menumbuhkan rasa kebersamaan dan menghubungkan penduduk dengan lingkungan.
Di daerah gurun makanan, pendirian kebun komunitas sangat penting. Di daerah-daerah ini, penduduk sering kali bergantung pada toko serba ada atau restoran cepat saji dan menghadapi tantangan dalam mengakses makanan sehat. Penelitian menunjukkan bahwa kebun-kebun ini dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan di masyarakat dengan memungkinkan penduduk menanam sayur-sayuran dan buah-buahan mereka sendiri, sehingga meningkatkan kualitas makanan mereka. Kebun komunitas sangat penting bagi kelompok-kelompok yang kurang beruntung, dengan menyediakan akses ke makanan sehat, sehingga mengurangi ketimpangan pangan, termasuk ketidakadilan sosial dan pengucilan dari ekonomi arus utama yang menyertai masalah-masalah ini.
Kebun komunitas tidak hanya menyediakan makanan bagi penduduk, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan kesadaran lingkungan.
Manfaat kesehatan dari kebun komunitas tidak dapat diremehkan. Penduduk yang berpartisipasi dalam kebun komunitas dapat meningkatkan asupan sayuran segar, yang dikaitkan dengan indeks massa tubuh (IMT) yang lebih rendah dan tingkat obesitas yang lebih rendah. Satu penelitian menunjukkan bahwa anak-anak di kebun komunitas mengonsumsi rata-rata dua porsi buah tambahan dan hampir lima porsi sayuran tambahan per minggu setelah terpapar aktivitas berkebun. Praktik menggabungkan selada romaine dengan keterlibatan masyarakat ini tidak hanya meningkatkan kesehatan individu, tetapi juga mempromosikan gaya hidup sehat untuk seluruh keluarga.
Kebun komunitas membuat makanan segar dan sehat lebih mudah diakses oleh lebih banyak penduduk dengan meningkatkan ketersediaan makanan.
Selain manfaat kesehatan, manfaat sosial dari kebun komunitas sama pentingnya. Kebun-kebun ini menjadi tempat bagi warga untuk berkomunikasi dan berinteraksi, sehingga meningkatkan kekompakan masyarakat. Ruang-ruang ini memungkinkan orang untuk berbagi ribuan bahan budaya dan teknik memasak, sehingga mendorong komunikasi antarwarga dari berbagai latar belakang. Interaksi ini membantu meningkatkan rasa memiliki warga terhadap masyarakat, sehingga mengurangi kesepian dan isolasi sosial.
Berpartisipasi dalam kebun komunitas dapat mengurangi stres, meningkatkan kesehatan mental, dan meningkatkan hubungan sosial.
Namun, pengembangan kebun komunitas juga menghadapi tantangan, khususnya yang terkait dengan kepemilikan dan pengelolaan lahan. Banyak kebun komunitas tidak memiliki lahan yang mereka kelola, yang membuat mereka rentan terhadap rencana pembangunan perkotaan. Kebijakan penggunaan lahan dan peraturan zonasi di banyak kota membatasi legalitas kebun komunitas. Beberapa kota, seperti Detroit, menghadapi tantangan dengan kebun ilegal tetapi telah berhasil mendorong transformasi menjadi area pertanian untuk melindungi keberadaan kebun-kebun ini.
Banyak kebun komunitas bergantung pada penggunaan lahan legal dan kebijakan kota untuk bertahan hidup.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kebun komunitas, kota-kota mulai mempromosikan kebijakan untuk mendukung pengembangannya. Namun, hal ini masih memerlukan penekanan pada dukungan pemerintah daerah dalam perencanaan dan pendanaan kebun komunitas. Perumusan dan implementasi kebijakan perlu mempertimbangkan kebutuhan warga masyarakat untuk mendorong munculnya kebun komunitas yang berkelanjutan.
Dapatkah gerakan kebun komunitas ini secara substansial mengubah kebiasaan makan warga kota dan secara bertahap menghilangkan keberadaan gurun makanan?