Konsep kebun komunitas muncul secara bertahap di Amerika Utara dan Eropa sejak abad ke-19. Seiring dengan pesatnya revolusi industri dan urbanisasi, kebun-kebun ini tidak hanya menjadi tempat bagi penduduk kota untuk memperoleh makanan segar, tetapi juga menjadi jembatan bagi mereka untuk terhubung dengan alam dan satu sama lain. Sejarah kebun komunitas dapat ditelusuri kembali ke periode Jardin d'ouvrier, ketika para pekerja kota harus menanam beberapa tanaman pokok untuk memperbaiki pola makan mereka karena kondisi kehidupan yang buruk.
Seiring berjalannya waktu, kebun komunitas telah mengalami tiga gelombang perkembangan dalam konteks sejarah yang berbeda, masing-masing didorong oleh kebutuhan sosial.
Gelombang pertama muncul pada abad ke-19. Dengan proses urbanisasi yang ditimbulkan oleh Revolusi Industri, para pekerja mulai mencari lahan subur di kota. Periode kedua terjadi antara Perang Dunia Pertama dan Kedua, ketika kebun-kebun tersebut dikenal sebagai Liberty Gardens dan Victory Gardens dan dirancang untuk membantu keluarga mengatasi kekurangan yang disebabkan oleh perang. . Pada tahun 1970-an, sebagai respons terhadap krisis OPEC dan kerawanan pangan, kebun komunitas dihidupkan kembali dan menjadi bagian dari gerakan akar rumput.
Kebangkitan kebun komunitas saat ini sering kali terkait erat dengan krisis ekologi, perubahan iklim, dan krisis kesehatan saat ini.
Kebun komunitas hadir dalam berbagai bentuk. Di beberapa tempat, kebun komunitas terletak di atap atau balkon rumah tinggal, sementara di tempat lain, kebun komunitas merupakan ruang terbuka yang mandiri. Ukuran kebun ini dapat bervariasi, mulai dari beberapa meter persegi hingga lahan pertanian komunitas yang besar. Kebun ini sering kali dikelola sebagai kemitraan publik-swasta atau organisasi nirlaba dan berfokus pada produksi pangan. Harga kebun komunitas akan bervariasi berdasarkan kondisi ekonomi setempat, yang memungkinkan penduduk dari berbagai komunitas untuk berpartisipasi sesuai dengan kemampuan mereka.
Kebun komunitas tidak hanya menyediakan hasil bumi segar, tetapi juga sangat meningkatkan interaksi dan interaksi sosial di antara penduduk. Khususnya di beberapa kota, kebun komunitas digunakan untuk mengatasi kekurangan pangan (yaitu, daerah yang kekurangan pilihan makanan sehat). Keberadaan kebun komunitas memungkinkan penduduk setempat memperoleh buah-buahan dan sayur-sayuran segar, sehingga mereka tidak perlu bergantung pada makanan olahan berkalori tinggi.
Banyak kebun komunitas tidak hanya mengatasi kekurangan pangan tetapi juga menyediakan kesempatan bagi penduduk untuk terhubung dengan alam.
Selain itu, pengelolaan kebun komunitas biasanya menjadi tanggung jawab penduduk itu sendiri. Model operasi ini mendorong saling dukung di antara anggota masyarakat dan meningkatkan rasa kepemilikan penduduk terhadap kebun. Partisipasi dalam kebun komunitas juga dapat membantu meningkatkan kesehatan fisik dan mental, karena penelitian menunjukkan bahwa berkebun komunitas dapat mengurangi stres, meningkatkan suasana hati, dan meningkatkan kekompakan antar kelompok.
Namun, keberadaan dan pengembangan kebun komunitas bukannya tanpa tantangan. Di antaranya, masalah kepemilikan tanah dan keamanan sangat menonjol. Banyak kebun komunitas yang terletak di lokasi kosong atau terbengkalai di kota-kota, yang sering kali berisiko untuk dikembangkan. Untuk mengatasi masalah ini, para pembuat kebijakan di mana-mana telah mulai menjajaki cara untuk melindungi kebun komunitas dan mencegahnya menghilang di tengah pembangunan perkotaan. Kebun komunitas di seluruh Asia, Amerika Utara, dan Eropa sering kali harus berjuang untuk mendapatkan legitimasi politik.
Pengembangan kebun komunitas saat ini membutuhkan lebih banyak perhatian, terutama penyesuaian terhadap perencanaan perkotaan dan peraturan penggunaan lahan.
Seiring dengan meningkatnya minat global terhadap pertanian berkelanjutan dan kepemilikan komunitas, masa depan kebun komunitas tetap menjanjikan. Di era kemakmuran yang akan datang ini, bagaimana kebun komunitas akan memengaruhi kehidupan perkotaan dan pola produksi pangan kita di masa depan?