Di Amerika Serikat, pengoperasian sistem peradilan diatur dengan jelas oleh Konstitusi Federal. Salah satu prinsip yang paling penting adalah "persyaratan kasus atau kontroversi," yang secara langsung memengaruhi opini hukum pengadilan federal, yaitu penerbitan opini nasihat. Artikel ini akan membahas mengapa pengadilan federal AS melarang penerbitan opini tersebut dan menganalisis lebih lanjut signifikansi praktik ini bagi pengoperasian hukum.
Opini nasihat adalah opini hukum tidak mengikat yang tidak menjelaskan kasus hukum tertentu.
Opini nasihat bukanlah putusan dalam pengertian tradisional, melainkan opini yang diberikan oleh suatu lembaga tentang penafsiran suatu undang-undang, peraturan, atau konstitusi. Akan tetapi, opini ini tidak mengikat secara hukum. Misalnya, Mahkamah Internasional dan beberapa pengadilan negara bagian AS dapat mengeluarkan pendapat penasihat berdasarkan keadaan tertentu, tetapi di tingkat federal, praktik ini dilarang.
Berdasarkan Pasal III Konstitusi AS, pengadilan federal harus menghadapi sengketa hukum tertentu sebelum membuat putusan. Persyaratan ini memastikan bahwa setiap putusan pengadilan memiliki dasar dan menyangkut hak dan kepentingan aktual para pihak. Mahkamah Agung Amerika Serikat percaya bahwa jika tidak ada sengketa aktual, setiap pendapat yang dikeluarkan akan menjadi bersifat penasihat dan tidak akan memiliki efek hukum yang sah.
Mahkamah Agung Federal menekankan prinsip "persyaratan kasus atau kontroversi" untuk memastikan legalitas dan legitimasi keputusannya.
Pada awal tahun 1793, Ketua Mahkamah Agung saat itu, John Jay, menulis dalam sebuah surat kepada Presiden George Washington bahwa memberikan pendapat penasihat akan melanggar prinsip pemisahan kekuasaan. Hal ini menyebabkan pengadilan-pengadilan selanjutnya bersikeras bahwa pengadilan memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk membuat putusan hanya dalam sengketa hukum yang mendalam.
Menurut peraturan pengadilan federal, semua kasus harus memenuhi "persyaratan penyelesaian yudisial yang matang", yaitu, harus ada kepentingan hukum dan sengketa langsung antara para pihak. Hanya dengan cara ini pengadilan akan menerima kasus tersebut dan membuat putusan substantif. Hal ini membatasi penerbitan pendapat penasihat dan memastikan stabilitas dan prediktabilitas hukum.
Kasus-kasus yang ditangani pengadilan harus konkret dan kontroversial, bukan masalah-masalah hipotetis.
Meskipun pengadilan federal melarang penerbitan opini penasihat, beberapa pengadilan negara bagian memiliki kewenangan untuk melakukannya. Di Rhode Island, misalnya, gubernur dapat merujuk masalah hukum ke Mahkamah Agung negara bagian untuk mendapatkan opini hukum. Hal ini menunjukkan perbedaan kelembagaan antara pemerintah federal dan negara bagian, sementara yurisdiksi pengadilan negara bagian mencerminkan cara operasi mereka yang lebih fleksibel.
Kebijakan pengadilan federal yang melarang opini penasihat juga telah memicu beberapa kontroversi. Di satu sisi, para pendukung percaya bahwa praktik ini dapat mencegah pengadilan untuk campur tangan di bidang politik dan menegakkan prinsip supremasi hukum; di sisi lain, para penentang percaya bahwa larangan ini membuat mustahil untuk mendapatkan nasihat hukum yang tepat waktu tentang beberapa masalah hukum penting, yang dapat berdampak negatif pada masyarakat. berdampak buruk pada penafsiran dan penerapan hukum.
KesimpulanBaik didukung atau dikritik, larangan pengadilan federal untuk mengeluarkan pendapat penasihat memiliki dampak yang mendalam pada penerapan hukum Amerika. Larangan ini menegakkan prinsip-prinsip dasar supremasi hukum, tetapi pada saat yang sama juga menantang cara penanganan masalah hukum. Dalam situasi ini, bagaimana cara menyeimbangkan penerapan hukum dan independensi peradilan dengan lebih baik telah menjadi topik yang layak untuk dipikirkan secara mendalam?