Dalam jaringan saraf tiruan, fungsi aktivasi setiap simpul menghitung keluaran berdasarkan masukan dan bobotnya. Dengan menggunakan fungsi aktivasi nonlinier, kita dapat memecahkan masalah kompleks hanya dengan menggunakan beberapa simpul. Dengan pengembangan pembelajaran mendalam, berbagai fungsi aktivasi modern terus disebutkan, termasuk fungsi GELU, ReLU, dan Logistik yang telah digunakan dalam banyak model terkenal.
Perlu dicatat bahwa pilihan fungsi aktivasi tidak hanya memengaruhi akurasi, tetapi juga stabilitas pelatihan secara keseluruhan.
Artikel ini akan membahas bagaimana fungsi aktivasi yang berbeda memengaruhi stabilitas jaringan saraf, serta efisiensinya dalam aplikasi. Secara khusus, fungsi aktivasi tak jenuh, seperti ReLU, telah menjadi pilihan utama karena tidak rentan terhadap "masalah gradien yang menghilang".
Menurut "Teorema Aproksimasi Universal", ketika fungsi aktivasi memiliki sifat non-linier, jaringan saraf dua lapis dapat dibuktikan sebagai aproksimator fungsi universal. Ini berarti bahwa bahkan jaringan saraf sederhana dapat belajar untuk menyesuaikan fungsi non-linier yang kompleks.
Banyak model pembelajaran mendalam bergantung pada fungsi non-linier ini untuk pembelajaran fitur guna mencapai hasil prediksi yang lebih baik.
Namun, jika fungsi yang sama (yaitu, fungsi aktivasi linier) digunakan dalam beberapa lapisan, seluruh jaringan akan setara dengan model satu lapisan dan tidak akan dapat menangkap kompleksitas data. Oleh karena itu, memilih fungsi aktivasi yang tepat sangat penting untuk kinerja model.
Rentang fungsi aktivasi juga akan memengaruhi stabilitas pelatihan. Metode pelatihan berbasis gradien sering kali lebih stabil ketika fungsi aktivasi memiliki rentang terbatas, karena penyajian contoh hanya memengaruhi bobot terbatas secara signifikan. Sebaliknya, jika rentangnya tak terbatas, pelatihan akan lebih efisien, tetapi umumnya memerlukan laju pembelajaran yang lebih kecil untuk mempertahankan stabilitas.
Kompromi semacam itu menjadikan desain fungsi aktivasi sebagai isu penting dalam penelitian pembelajaran mendalam.
Differensiabilitas kontinu merupakan properti yang diinginkan, khususnya untuk memfasilitasi metode optimalisasi berbasis gradien. Meskipun ReLU memiliki beberapa masalah dengan diferensiabilitas pada nol, ReLU tetap membuat model belajar lebih cepat dalam praktik, yang merupakan salah satu alasan penggunaannya yang meluas.
Sebaliknya, fungsi langkah biner tidak dapat dibedakan pada nol dan turunannya adalah nol pada nilai lain, yang membuat metode berbasis gradien tidak mungkin mengalami kemajuan dan dengan demikian tidak dapat melakukan pembelajaran yang efektif.
Fungsi aktivasi sering dikategorikan menjadi tiga jenis utama: ridge, radial, dan collapsed. Fungsi ridge seperti ReLU dan fungsi Logistik digunakan secara luas dalam berbagai model. Fungsi basis radial menonjol dalam kelas jaringan tertentu, sementara fungsi pelipatan terutama digunakan dalam lapisan penggabungan.
Setiap fungsi aktivasi memiliki skenario penerapannya sendiri yang spesifik, dan para peneliti terus-menerus mengeksplorasi fungsi aktivasi baru untuk meningkatkan kinerja model.
Dengan munculnya komputasi kuantum, munculnya jaringan saraf kuantum telah membawa kemungkinan baru untuk fungsi aktivasi. Fungsi aktivasi kuantum ini tidak lagi memerlukan pengukuran keluaran setiap perseptron di setiap lapisan, yang memungkinkan mereka memanfaatkan sifat kuantum untuk mempertahankan keadaan super saat melakukan perhitungan.
KesimpulanSecara umum, fungsi aktivasi bukan hanya elemen inti dalam membangun jaringan saraf, tetapi juga menentukan kinerja dan stabilitas jaringan sampai batas tertentu. Dengan kemajuan teknologi kecerdasan buatan, dapatkah kita merancang fungsi aktivasi yang lebih baik untuk meningkatkan efisiensi pembelajaran di masa mendatang?