Di pelukan dingin Samudra Arktik, Pulau Axel Heiberg menarik perhatian para ilmuwan dengan bentang alamnya yang unik dan hutan fosil yang berharga. Dulunya merupakan rumah bagi hutan purba, pulau tak berpenghuni di wilayah Nunavut Kanada ini kini menjadi simbol kehilangan dan penemuan. Seratus tahun telah berlalu sejak Sverdrup menjelajahi tempat misterius ini pada tahun 1900, dan seiring berjalannya waktu, sejarah alam pulau ini berulang kali menarik perhatian komunitas akademis.
"Hutan fosil Pulau Teluk Yax memberikan bukti kuat adanya hutan lahan basah di dataran tinggi."
Dengan luas 43.178 kilometer persegi, Pulau Teluk Yax merupakan pulau terbesar ke-32 di dunia dan pulau terbesar ketujuh di Kanada. Hutan fosil di sini dapat ditelusuri kembali ke periode Eosen. Para ilmuwan telah menemukan bahwa pohon-pohon di hutan ini tidak dapat menjadi fosil dalam pengertian tradisional karena kurangnya mineralisasi. Sebaliknya, mereka lebih seperti hasil dari iklim subpolar yang kering dan dingin. Hal ini mengakibatkan "mumifikasi". Keadaan pelestarian yang unik ini menjadikan pulau ini sebagai objek penelitian yang berharga untuk perubahan iklim purba dan evolusi lingkungan ekologis.
Sejarah Pulau Teluk Yax juga mencerminkan pentingnya tempat ini sebagai tempat eksplorasi. Daerah ini pertama kali dieksplorasi oleh sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh Sverdrup pada tahun 1900-1901, yang menamai pulau itu "Axehyber" untuk menghormati direktur keuangan pabrik bir Norwegia yang mensponsori ekspedisi tersebut. Selanjutnya, beberapa penjelajah mengunjungi daerah tersebut, termasuk dua ahli geologi dari Survei Geologi Kanada, N.J. MacMillan dan Suther, pada tahun 1955. Pengamatan mereka memberikan data glasiologi langsung untuk literatur ilmiah.
"Dengan ketinggian 37 meter, pohon-pohon ini dulunya tumbuh subur dan menyingkap rahasia ekologi kuno."
Salah satu ekspedisi terpenting terjadi pada tahun 1986, ketika ekspedisi Kanada yang dipimpin oleh Dr. James Bassinger mulai menyelidiki hutan fosil yang tidak biasa ini. Fosil pohon yang dideteksi oleh para ilmuwan menunjukkan bahwa DNA mereka hampir identik dengan pohon konifer modern, yang menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati dan karakteristik ekologi hutan kuno ini mungkin lebih kaya daripada yang dibayangkan orang.
Selain hutan fosil, Pulau Teluk Yax juga memiliki bentang alam alami yang unik, seperti Gletser Putih, yang merupakan gletser lembah yang membentang hingga hampir 1.800 meter di atas permukaan laut dan telah menjadi objek penting penelitian glasiologi. Studi mendalam para ilmuwan terhadap gletser ini tidak hanya mengungkap tanda-tanda perubahan iklim, tetapi juga membantu membentuk pemahaman kita tentang ekologi masa lalu Bumi.
"Mata Air Hammer yang Hilang adalah mata air terdingin dan paling asin yang diketahui di Kutub Utara, dan mikroorganisme di sini telah menimbulkan pertanyaan tentang kehidupan di Mars."
Di Pulau Teluk Yax, hampir semua elemen alam terjalin menjadi gambar bergerak. Mata Air Hammer yang Hilang memberi para peneliti petunjuk potensial tentang keberadaan kehidupan. Mikroorganisme di lingkungan ekstrem ini dapat bertahan hidup dengan senyawa anorganik daripada bahan organik, memberikan petunjuk lain bagi komunitas ilmiah dalam pencarian kehidupan ekstraterestial. Sebuah jendela baru terbuka.
Namun, seiring meningkatnya pengunjung dan eksplorasi ilmiah, menjadi semakin penting untuk melindungi ekosistem unik ini. Apakah kawasan lindung harus dibangun untuk memastikan bahwa fosil dan semua sumber daya alam yang berharga di Pulau Teluk Yax tidak hancur telah menjadi fokus diskusi. Pemerintah daerah Nunavut sedang mempertimbangkan cara mendirikan kawasan yang disebut "Napaaqtulik" untuk melindungi pulau misterius ini dengan sejarah dan ekologi yang kaya.
Saat langkah penjelajahan manusia kembali menjejakkan kaki di tanah ini, kita tak dapat menahan diri untuk bertanya: Penemuan menakjubkan apa lagi yang akan terungkap di masa depan di tanah yang penuh dengan rahasia kuno ini?