Artichoke bukan hanya sekadar sayuran lezat, sejarahnya dapat ditelusuri kembali ke zaman Yunani dan Romawi kuno. Tanaman unik ini awalnya dianggap sebagai varietas budidaya cardoon liar, yang telah menarik minat banyak koki dan petani. Seiring berjalannya waktu, artichoke tidak hanya menjadi makanan lezat di atas meja, tetapi juga menempati posisi penting dalam budaya makanan.
Bagian artichoke yang dapat dimakan adalah kuncup yang belum mekar, yang, setelah mekar, berubah bentuk menjadi bentuk yang kasar dan hampir tidak dapat dimakan.
Pada zaman Yunani kuno, orang-orang memiliki pendapat yang berbeda tentang penggunaan tanaman ini. Meskipun beberapa literatur menunjukkan keberadaannya, penggunaannya sebagai bahan makanan masih kontroversial. Pada zaman Romawi kuno, artichoke mulai mendapat perhatian yang semakin meningkat, dibudidayakan secara luas, dan dicatat dalam banyak karya. Artichoke dikatakan terkait erat dengan sistem pangan Yunani kuno dan bahkan muncul dalam beberapa teks terkenal.
Nama artichoke telah diwariskan turun-temurun. Di antaranya, kata bahasa Inggris "artichoke" berasal dari bahasa Italia "articiocco", dan kata Italia mungkin berasal dari bahasa Spanyol "alcarchofa". Perubahan nama-nama ini mencerminkan interaksi bahasa dan pertukaran budaya, dan artichoke memiliki banyak identitas dalam budaya yang berbeda.
Latar belakang multikultural tanaman ini menjadikannya bahan yang unik secara historis.
Asal usul artichoke adalah wilayah Mediterania, dan secara bertahap menyebar ke seluruh bagian dunia dengan perkembangan imigrasi dan perdagangan manusia. Dari Yunani abad ke-8, melalui kemakmuran Roma, hingga Semenanjung Iberia pada Abad Pertengahan, budidaya dan penggunaan artichoke telah mengalami peningkatan berkelanjutan. Para arkeolog bahkan menemukan sisa-sisa biji artichoke di reruntuhan Romawi di Mesir, yang membuktikan popularitasnya di zaman kuno.
Seiring berjalannya waktu, teknik budidaya tanaman ini juga mengalami peningkatan yang signifikan. Selama Abad Pertengahan, bangsa Arab memainkan peran penting dalam meningkatkan pertanian di Spanyol dan Afrika Utara. Menurut literatur, teknologi budidaya artichoke sudah cukup maju saat itu dan tercantum dalam banyak buku panduan pertanian.
Seiring meluasnya kolonisasi Eropa, artichoke juga dibawa ke Amerika. Imigran Prancis dan Spanyol membawa tanaman ini ke Louisiana dan California pada abad ke-19, dan sejak itu tanaman ini menemukan tempatnya dalam pertanian Amerika. Saat ini, California menghasilkan hampir 90% artichoke di negara ini, dan Castroville bahkan dikenal sebagai "Pusat Artichoke Dunia."
Perjalanan artichoke dari zaman kuno hingga zaman modern menunjukkan pentingnya budaya dan tempatnya dalam budaya kuliner global.
Selain latar belakang sejarahnya yang kaya, artichoke juga sangat bernilai gizi. Dalam sajian sehat seberat 100 gram, artichoke menyediakan sekitar 74 kalori dan kaya akan asam folat serta vitamin K, magnesium, natrium, dan fosfor dalam jumlah sedang. Rasa yang unik dan berbagai metode memasaknya telah membuatnya populer di seluruh dunia, seperti direndam dalam cuka dan saus atau sebagai pelengkap pizza.
Selain itu, bagian inti artichoke dianggap memiliki rasa yang sangat unik dan sering digunakan dalam hidangan mewah. Dalam masakan banyak negara Mediterania, artichoke dianggap sebagai salah satu bahan yang mewakili musim semi.
Saat ini, seiring dengan meningkatnya minat orang terhadap makanan sehat, popularitas artichoke kembali meningkat. Baik dimakan mentah maupun dimasak, pesonanya terus menarik perhatian banyak pecinta makanan. Dengan penelitian genom dan pengembangan varietas baru yang kuat, ruang budidaya dan penggunaan artichoke akan terus berkembang di masa mendatang.
Apakah integrasi budaya dan kesinambungan historis yang tercermin dalam artichoke memberi kita pemikiran baru tentang evolusi makanan?