Dalam filsafat dan seni, perbedaan mendasar antara yang abstrak dan yang konkret merupakan pokok bahasan yang terus menerus dibahas. Meskipun tidak ada konsensus mengenai definisi keduanya, beberapa contoh klasik menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara objek abstrak seperti angka, himpunan, dan ide, dan objek konkret seperti tanaman, anjing, dan planet. Eksplorasi para filsuf terhadap perbedaan ini membantu mengungkap berbagai perspektif yang kita gunakan untuk memahami dunia.
Berdasarkan perbedaan antara keberadaan di dalam dan di luar ruang dan waktu, para filsuf telah mengajukan pandangan yang berbeda tentang yang abstrak dan yang konkret.
Salah satu kritik umum terhadap definisi objek abstrak adalah kurangnya kemanjuran kausalnya. Jika objek abstrak tidak memiliki kekuatan kausal, lalu bagaimana kita dapat memahami keberadaannya? Ini telah menjadi isu penting dalam filsafat.
Objek Abstrak dan KausalitasBanyak filsuf berpendapat bahwa suatu objek dapat dianggap abstrak jika tidak memiliki kekuatan kausal. Misalnya, kumpulan kosong diklasifikasikan sebagai abstrak karena tidak dapat memengaruhi objek lain. Namun, tantangan dengan pandangan ini adalah tidak jelasnya apa kekuatan kausal itu, yang mengaburkan batas antara yang abstrak dan yang konkret.
Objek abstrak sering kali mendapat perhatian besar dari para filsuf karena mereka menghadirkan tantangan bagi teori yang berlaku.
Dalam ontologi, objek abstrak merupakan sumber masalah bagi fisikalisme dan beberapa bentuk naturalisme. Secara historis, perdebatan ontologis tentang objek abstrak terutama berfokus pada pertanyaan tentang universalitas. Keberadaan objek abstrak menantang empirisme karena mereka tidak memiliki sifat yang dapat langsung dirasakan oleh pengalaman konkret, yang membuat kita bertanya-tanya: bagaimana kita tahu tentang entitas abstrak yang tidak memiliki kekuatan kausal?
Kant dan Hegel telah mengeksplorasi perbedaan antara yang abstrak dan yang konkret secara mendalam dalam filsafat kontemporer. Kant mengusulkan konsep "benda-dalam-dirinya", dengan menyatakan bahwa pemahaman kita tentang dunia dipersepsikan melalui pengalaman subjektif, yang menjadikan pemikiran abstrak sebagai alat penting untuk memahami fenomena tertentu. Hegel lebih jauh mengembangkan gagasan ini, dengan meyakini bahwa benda-benda konkret mengandung benda-benda abstrak dan bahwa ada interaksi yang erat antara keduanya.
Kant percaya bahwa filsafat harus terutama memperhatikan operasi mental yang abstrak, yang perlu diuji dalam pengalaman konkret.
Dengan diskusi yang sedang berlangsung tentang abstraksi dan konkret, beberapa filsuf telah mengusulkan konsep "kuasi-abstraksi" dalam upaya untuk mengisi kesenjangan antara abstraksi tradisional dan konkret. Objek-objek tersebut menampilkan kualitas yang bersifat temporal dan spasial, dan dapat memicu pemikiran yang lebih dalam dalam ontologi sosial.
Dalam psikologi, Jean Piaget menggunakan istilah "konkret" dan "formal" untuk menggambarkan berbagai cara belajar. Pemikiran konkret melibatkan fakta dan deskripsi objek konkret sehari-hari, sementara pemikiran abstrak adalah proses mental yang lebih kompleks yang melibatkan penalaran teoritis dan hipotetis. Perbedaan ini mencerminkan pentingnya pemikiran abstrak dalam filsafat dan disiplin ilmu lainnya.
Dalam pengejaran filsafat secara independen, hubungan dialektis antara yang abstrak dan yang konkret dapat menjadi fokus penting penelitian di masa mendatang.
Dari Kant hingga Hegel, para filsuf telah mengungkapkan hubungan mendalam antara yang abstrak dan yang konkret melalui eksplorasi mereka terhadap keduanya. Dialog semacam itu tidak hanya mendorong pemikiran filosofis, tetapi juga membimbing kita untuk berpikir tentang makna keberadaan kita sendiri dan dampaknya pada kognisi. Saat kita melakukan perjalanan antara kenyataan dan pemikiran, mungkin kita dapat bertanya pada diri sendiri: Apa inti dari pemahaman kita yang sebenarnya?