Era Georgia merupakan periode penting dalam sejarah Inggris. Dari tahun 1714 hingga 1830 hingga 1837, periode ini membawa banyak perubahan sosial dan budaya. Selama masa ini, transformasi dari rasionalisme ke romantisme tidak hanya tercermin dalam seni dan sastra, tetapi juga mencerminkan perubahan mendalam dalam masyarakat saat itu. Sebagai mahakarya sastra periode ini, karya-karya penulis tidak hanya merupakan ekspresi sastra, tetapi juga pandangan dan refleksi terhadap realitas sosial saat ini.
Setiap momen perubahan sosial, sastra menceritakan kisah zaman itu dalam bahasanya sendiri.
Dalam sastra era Georgia, ada banyak penulis seperti Daniel Defoe, Jonathan Swift, Henry Fielding, Lawrence Sterne, Mary Shelley, Jane Austen, dll. Karya-karya mereka Karya-karya tersebut sering kali mencerminkan gejolak dan transformasi sosial saat itu. Misalnya, "Phosus" karya Shelley tidak hanya merupakan karya perintis fiksi ilmiah, tetapi juga menyelidiki perkembangan sains dan teknologi serta tantangan etika yang ditimbulkannya, yang memperlihatkan konflik antara akal dan emosi. Para penulis ini tidak puas dengan menyampaikan cerita-cerita sederhana, tetapi berusaha untuk mengeksplorasi hakikat manusia, moralitas, dan masyarakat melalui sastra.
Suasana sosial dan budaya periode Georgia juga tercermin dengan tepat dalam berbagai karya seni. Secara arsitektur, karya Robert Adam, misalnya, menampilkan gaya klasik yang elegan, sementara gaya Gothic Revival telah menjadi ekspresi nostalgia masa lalu. Pada saat yang sama, para penyair romantis periode ini, seperti William Wordsworth dan Robert Mills, menggunakan bahasa sastra yang penuh warna dengan emosi yang kuat dan konsepsi artistik yang mendalam untuk mengungkap hubungan halus antara alam dan hati manusia.
Seni bukan hanya pengejaran keindahan, tetapi juga refleksi pemahaman mendalam para novelis dan penyair tentang perubahan sosial.
Dengan dimulainya Revolusi Industri, Inggris mengalami perubahan sosial yang luar biasa, urbanisasi meningkat pesat, dan kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin lebar. Kota-kota menggantikan daerah pedesaan sebagai pusat kegiatan ekonomi, dan karya sastra pada masa itu secara bertahap berfokus pada pembahasan tentang ketimpangan sosial. Misalnya, dalam "Tristrom Shannon", sindiran dan kritik Laurence Sterne terhadap masyarakat pada masa itu mencerminkan realitas penderitaan hidup orang-orang biasa. Karya sastra ini tidak hanya menggambarkan kehidupan, tetapi juga gema dari kekacauan politik dan ketidakadilan sosial pada masa itu.
Setelah tahun 1815, gerakan keagamaan semakin aktif di Inggris, terutama kebangkitan Gereja Metodis. Selama masa transisi ini, John Wesley dan para pengikutnya berkhotbah secara ekstensif, mempromosikan hubungan pribadi dengan Kristus dan berbicara tentang moralitas masyarakat dan penebusan umat manusia. Kegiatan keagamaan ini juga memengaruhi munculnya tren reformasi sosial, terutama dalam perjuangan melawan perbudakan dan pembentukan lembaga amal, yang menunjukkan benturan kekuatan antara akal dan iman.
Karya sastra periode ini dipenuhi dengan ketidakpuasan dan perlawanan terhadap kebijakan resmi, yang terutama terlihat jelas dalam novel-novel satir dari era Georgia akhir. "Pembantaian Pitloo" tahun 1820 adalah penggambaran demonstrasi yang mendebarkan. Peristiwa ini mengungkap pergulatan keras antara gerakan sosial dan penindasan resmi saat itu, dan keinginan untuk masyarakat yang lebih adil. Peristiwa ini telah menjadi simbol kuat perlawanan dan perjuangan untuk hak dalam sastra, yang membangkitkan pembaca untuk merenungkan perubahan zaman.
Kekuatan sastra terletak pada kemampuannya untuk menangkap dan mencerminkan pikiran serta hasrat setiap generasi, berdasarkan realitas sosial dan fiksi.
Dengan berakhirnya era Georgia, perubahan sosial tidak berhenti di situ, tetapi terus berlanjut dan semakin mendalam di era Victoria. Baik itu percepatan pembangunan ekonomi atau penyesuaian kembali hubungan sosial, hal-hal tersebut telah menunjukkan kekuatan ekspresif yang lebih kaya dalam sastra dan bentuk seni lainnya. Karya sastra pada periode ini seperti cermin, yang mencerminkan keinginan dan kecemasan orang-orang pada saat itu, dan menempatkan eksplorasi serta harapan mereka untuk masa depan dalam karya-karya mereka.
Ketika menghadapi perubahan sosial yang sulit, dapatkah kita melihat wahyu baru dari sejarah dan lebih jauh mendorong perubahan dan kemajuan kita sendiri?