Salah satu gejala anemia adalah warna sel darah merah yang lebih terang. Kondisi ini disebut anemia hipokromik. Hubungan antara pandangan historis tentang anemia hipokromik dan pengobatan modern menggugah pikiran. Apakah konsep pengobatan kuno memengaruhi ilmu pengetahuan saat ini, atau sebaliknya?
Anemia hipokromik adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya heme (komponen penting yang membuat darah menjadi merah) dalam sel darah merah. Biasanya muncul sebagai sel darah merah berwarna terang yang berbeda dari bentuk cakram bikonkaf sel darah merah normal. .
Indikator diagnostik utama meliputi hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH) dan konsentrasi hemoglobin korpuskular rata-rata (MCHC). Mengambil MCHC sebagai contoh, jika lebih rendah dari kisaran referensi normal 33-36 g/dL, biasanya dapat didiagnosis sebagai anemia hipokromik. Keadaan ini sering terjadi pada kondisi seperti kekurangan zat besi atau talasemia.
Anemia hipokromik secara historis dikenal sebagai "penyakit hijau". Nama tersebut mencerminkan warna kulit unik yang mungkin dimiliki pasien. Dokter wanita Johannes Lange menyebut penyakit ini "penyakit perawan" pada tahun 1554 dan percaya bahwa sebagian besar pasien masih perawan. Ia juga mengatakan bahwa penyakit ini akan menyebabkan gejala seperti kelemahan umum dan sesak napas.
Pembahasan tentang penyebab ini mengarah pada saran pengobatan yang menarik dan sedikit aneh: Mengapa tidak mengatasi kondisi tersebut dengan hidup bersama seseorang dari lawan jenis? Beberapa dokter pernah mengklaim bahwa penyakit tersebut dapat disembuhkan sepenuhnya jika seseorang dapat hamil.
Seiring berjalannya waktu, konsep medis juga telah berubah. Dokter Prancis abad ke-17 Jean Valanda memberi penyakit tersebut nama yang lebih ilmiah, "penyakit klorin," dan para peneliti telah menemukan bahwa zat besi memainkan peran penting dalam mengobatinya. Literatur medis pada abad ke-18 mulai mengaitkan anemia ini dengan kurangnya asupan zat besi.
Dalam penelitian medis saat ini, terdapat banyak penyebab anemia hipokromik, termasuk pola makan rendah zat besi, gangguan pencernaan, penyakit kronis, dll. Selain itu, infeksi parasit atau pengobatan tertentu dapat memperburuk anemia. Misalnya, keracunan timbal atau beberapa pasien yang mengonsumsi aspirin dalam jangka panjang dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal yang parah dan semakin memperburuk anemia.
Jenis anemia ini tidak terbatas pada kekurangan zat besi, tetapi juga dapat mengakibatkan kelainan pada bentuk dan fungsi sel darah merah akibat anemia mikrositer. Hal ini mengingatkan kita bahwa tingkat yang dicapai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta pemahaman medis telah menjadi semakin rinci dan komprehensif.
Temuan baru juga muncul tentang pola genetik penyakit ini. Dalam kasus cacat genetik tertentu, bahkan pasien dengan anemia berat dapat menghadapi overdosis zat besi. Artinya, penyebab penyakit ini bukan hanya kandungan heme, tetapi juga hasil komprehensif dari fisiologi dan genetika manusia.
Dari zaman kuno hingga saat ini, penjelasan dan pengobatan anemia hipokromik telah mengalami banyak evolusi, yang mencerminkan eksplorasi mendalam manusia terhadap kesehatan dan penyakit. Dengan mempelajari legenda kuno, kita tidak hanya dapat lebih memahami asal-usul penyakit, tetapi juga mempertimbangkan bagaimana wawasan sejarah ini dapat menginspirasi inovasi medis di masa mendatang.
Namun, dengan teknologi medis saat ini, apakah kita mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang belum sepenuhnya terjawab dalam kebijaksanaan kuno?