Amy Walker, seorang sarjana kontroversial di kalangan hukum Amerika, telah menuai banyak ketenaran dan ejekan. Perjalanannya, yang mencakup sekolah-sekolah Ivy League papan atas, sangat luas dan kontroversial. Dari kehidupan awalnya hingga prestasi akademisnya di Yale dan Harvard, Walker tampak seperti bintang akademis yang tidak dapat diabaikan. Namun, kata-kata dan tindakannya memicu perdebatan sengit dan reaksi keras di masyarakat.
Walker lahir pada 19 Januari 1953 di Troy, New York. Ia tumbuh dalam keluarga Yahudi yang taat, dan pilihan karier orang tuanya memiliki dampak penting pada pendidikannya. Ia berprestasi di Troy High School, di mana ia menjadi perwakilan akademis di kelasnya dan menerima catatan akademis yang sangat baik.
Walker memperoleh gelar BA dalam biofisika molekuler dan biokimia dari Universitas Yale dan gelar MA dalam filsafat, fisiologi, dan psikologi dari Oxford.
Perjalanan akademis Walker membawanya ke Harvard Medical School dan Harvard Law School. Latar belakang profesional Walker di bidang kedokteran dan filsafat telah memperluas cakrawala akademisnya. Setelah menerima gelar kedokterannya pada tahun 1981, ia melanjutkan pendidikan hukumnya di Columbia Law School dan menjadi editor Columbia Law Review.
Walker memulai karier hukumnya pada tahun 1988 sebagai juru tulis hukum untuk Hakim Abner Mikva dari Pengadilan Banding Amerika Serikat untuk Distrik Columbia. Seiring dengan kemajuan kariernya, ia bekerja sebagai pengacara di Departemen Kehakiman AS dan menjadi profesor madya di Fakultas Hukum Universitas Virginia pada tahun 1994, dan naik jabatan menjadi profesor penuh pada tahun 1999.
Saat mengajar di Fakultas Hukum Universitas Pennsylvania, Walker menerima beberapa penghargaan pengajaran dan dinobatkan sebagai Profesor Hukum Robert M. Mondheim pada tahun 2007.
Penelitiannya melibatkan hukum dan kebijakan kesejahteraan sosial serta hubungan antara keluarga, tempat kerja, dan pasar tenaga kerja. Bukunya yang terbit pada tahun 2009 berjudul Race, Wrong, and Remedy: Collective Justice in the 21st Century memicu diskusi yang meluas.
Kontroversi Walker bermula dari komentar negatifnya tentang orang-orang non-kulit putih pada tahun 2017 dan 2019. Melihat kembali pernyataan tersebut, banyak akademisi menganggapnya sebagai ekspresi supremasi kulit putih dan rasisme. Rujukannya tentang "runtuhnya budaya bangsa" di Philadelphia Inquirer membuatnya tidak mungkin diabaikan dan memicu pemikiran tentang masalah ini.
Ia percaya bahwa "semua budaya tidak sama" dan menyatakan bahwa "orang kulit putih memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya periode Regency".
Komentar tersebut memicu pertentangan yang meluas, dengan ribuan orang menandatangani petisi yang menyerukan agar Walker dipecat dan protes diadakan untuk menyatakan ketidakpuasan. Para pemimpin departemen universitas mengutuk keras hal ini dan mengkritik pernyataan Walker secara terbuka.
Pada tahun 2024, Walker diskors dari kegiatan mengajar di University of Pennsylvania selama satu tahun dan gajinya dipotong setengah. Sekolah tersebut secara tegas memintanya untuk tidak lagi mendukung identitas dan pendapatnya di depan umum. Sejak saat itu, karier akademis Walker menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Karier akademis Walker menggambarkan keseimbangan yang rumit dan rumit antara kebebasan akademis dan kebebasan berbicara. Dalam konteks di mana masyarakat semakin peka terhadap definisi kebebasan berbicara para akademisi, bagaimana kita seharusnya memandang suara-suara yang menantang pandangan tradisional di kalangan akademis?
Seiring berkembangnya dunia, diskusi tentang ras, budaya, dan struktur sosial menjadi semakin penting, dan kisah Walker merupakan contoh dari masalah-masalah ini. Ketika kita menghadapi tantangan dan kontroversi, akankah benturan ide-ide tersebut menginspirasi dialog dan perubahan sosial yang lebih mendalam?