Sebagai salah satu landasan sistem hukum modern, pengujian undang-undang sering menjadi topik hangat di masyarakat tentang cara menjaga ketertiban antara transparansi dan kekuasaan serta memberikan perlindungan hukum bagi warga negara. Di tengah kekhawatiran tentang penyalahgunaan kekuasaan, peran pengadilan semakin mendapat perhatian. Pengadilan tidak hanya menjadi tempat untuk menyelesaikan sengketa, tetapi juga lembaga penting untuk melindungi Konstitusi dan hak-hak warga negara.
Pengujian undang-undang adalah proses hukum di mana pengadilan memeriksa apakah undang-undang dan tindakan pemerintah sesuai dengan konstitusi. Secara khusus, pengujian undang-undang memberikan pengadilan kekuasaan untuk membatalkan undang-undang negara bagian yang tidak sesuai dengan undang-undang atau peraturan yang lebih tinggi. Mekanisme ini secara efektif dapat mencegah terjadinya undang-undang yang tidak sesuai atau tidak konstitusional.
Sistem pengujian undang-undang paling awal dapat ditelusuri kembali ke kerangka konstitusional Amerika Serikat. Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam Konstitusi AS, yang diadopsi pada tahun 1789, hal itu segera ditetapkan dalam kasus Marbury v. Madison tahun 1803. Dalam kasus tersebut, Ketua Mahkamah Agung John Marshall menyatakan bahwa pengadilan memiliki kewenangan untuk membatalkan undang-undang yang tidak konstitusional. Hal ini menandai lahirnya sistem peninjauan kembali yudisial.
Inti dari peninjauan kembali yudisial adalah untuk melindungi prioritas hukum. Jika suatu undang-undang bertentangan dengan Konstitusi, legitimasinya akan ditantang.
Fungsi utamanya meliputi: memeriksa konstitusionalitas undang-undang, melindungi hak-hak individu, dan membatasi kekuasaan legislatif dan eksekutif. Melalui proses ini, pengadilan dapat menjadi mekanisme penting untuk menyeimbangkan kekuasaan pemerintah.
Badan-badan peradilan di seluruh dunia telah menunjukkan kekuatan peninjauan kembali yudisial dalam sejumlah kasus. Misalnya, di Amerika Serikat, dalam kasus Brown v. Board of Education, Mahkamah Agung membatalkan undang-undang pemisahan rasial dan menetapkan dasar untuk pendidikan yang setara. Selain itu, banyak negara seperti Jerman, Kanada, India, dll. juga telah menetapkan mekanisme peninjauan kembali yudisial yang serupa. Dalam sistem peradilan negara-negara ini, pengadilan tidak hanya menegakkan konstitusi tetapi juga memainkan peran penting dalam keadilan sosial.
Berbagai negara memiliki pemahaman dan metode pelaksanaan peninjauan kembali yudisial yang berbeda. Di Amerika Serikat, Mahkamah Agung adalah otoritas terakhir dalam menafsirkan Konstitusi; di Jerman, Mahkamah Konstitusi Federal menghadapi masalah konstitusional dan memastikan bahwa hak-hak dasar tidak dilanggar. Melihat Tiongkok, Kongres Rakyat Nasional dan Komite Tetapnya merupakan bagian dari badan legislatif, dan peninjauan yudisial relatif terbatas, yang mencerminkan dampak dari berbagai sistem hukum dan struktur politik terhadap kekuasaan yudisial.
Seiring dengan perubahan zaman, peninjauan yudisial menghadapi banyak tantangan. Misalnya, sebagian orang percaya bahwa pengadilan terlalu banyak campur tangan dalam pengambilan keputusan politik dan menghambat proses demokrasi; sementara yang lain khawatir bahwa pemerintah dapat menggunakan cara hukum untuk mengurangi independensi yudisial. Masalah-masalah ini mengharuskan para ahli hukum dan pembuat keputusan untuk bersama-sama mengeksplorasi cara mencapai keseimbangan antara menjaga keadilan hukum dan mendorong pembangunan sosial.
"Peninjauan yudisial tidak melemahkan fungsi legislatif, tetapi justru membatasi kewenangannya untuk mencegah penyalahgunaan."
Menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan dan melindungi hak-hak warga negara merupakan tujuan mendasar untuk mencapai supremasi hukum. Sistem peninjauan kembali tidak hanya merupakan bagian penting dari sistem hukum, tetapi juga landasan penting untuk menjaga masyarakat demokratis modern. Menghadapi lingkungan sosial dan politik yang terus berubah, kita harus berpikir mendalam tentang cara mencerminkan harapan dan suara rakyat sambil menjaga independensi peradilan.