Takhayul adalah kepercayaan atau praktik yang dianggap tidak rasional atau supranatural oleh orang yang tidak percaya, biasanya berakar pada takdir, sihir, pengaruh supranatural yang dirasakan, atau ketakutan terhadap hal yang tidak diketahui. Manusia memiliki sejarah panjang takhayul, baik itu kepercayaan pada keberuntungan, jimat, astrologi, ramalan, atau jiwa. Kepercayaan yang tampaknya tidak rasional ini masih memiliki daya tarik yang mengakar dalam masyarakat modern.
"Keberadaan takhayul tidak hanya mencerminkan ketakutan manusia, tetapi juga menggambarkan kecemasan kita tentang ketidakmampuan kita untuk mengendalikan masa depan."
Budaya takhayul bervariasi di berbagai negara dan wilayah, dan terus berubah seiring dengan perkembangan zaman. Ketika budaya yang berbeda saling bersentuhan, kepercayaan asli mereka dapat saling memengaruhi atau bahkan menyatu. Lebih jauh, seperti yang dicatat oleh psikolog Stuart Weiss, mekanisme takhayul adalah bahwa takhayul memberikan rasa kendali atas keadaan saat ini, terutama ketika tidak ada penjelasan mengapa suatu peristiwa terjadi.
Banyak orang mungkin pernah mengalami hal ini: melihat kucing hitam menyeberang jalan dianggap sebagai pertanda nasib buruk, dan dalam beberapa kasus, mungkin tanpa sadar mengulang ritual "beruntung" tertentu sebelum ujian. Untuk mencari kenyamanan psikologis. Perilaku seperti itu tidak hanya didorong oleh keinginan untuk mendapatkan hasil, tetapi juga dapat meredakan stres sampai batas tertentu.
"Perilaku takhayul membantu mengurangi stres dan dengan demikian meningkatkan kinerja, bukan karena itu adalah takhayul, tetapi karena itu adalah ritual."
Selain itu, takhayul sering dianggap sebagai fenomena sosial. Banyak penelitian psikologis telah menunjukkan bahwa hal itu tidak hanya terkait dengan emosi dan keyakinan pribadi, tetapi juga terkait erat dengan latar belakang budaya dan sejarah. Misalnya, penggemar olahraga Amerika sering melakukan perilaku tertentu selama pertandingan dengan harapan bahwa perilaku ini akan membawa keberuntungan, dan situasi ini lebih umum di dunia olahraga.
Sejak zaman Romawi kuno, takhayul telah terjalin erat dengan kepercayaan agama. Di Yunani dan Romawi kuno, takhayul sering kali merujuk pada rasa takut yang berlebihan terhadap para dewa, bukan kepercayaan yang wajar kepada mereka. Seperti yang dikatakan oleh negarawan Romawi kuno Cicero, "Agama yang tidak boleh dihancurkan tidak dihancurkan karena takhayul." Hal ini menunjukkan betapa berakarnya takhayul dan pentingnya takhayul dalam masyarakat. Namun, seiring perkembangan ilmu pengetahuan, banyak masyarakat mulai memandang takhayul sebagai perilaku yang tidak rasional, seperti halnya ilmuwan seperti Newton dan Einstein yang menganjurkan gagasan bahwa akal dan logika harus mengatur perilaku manusia.
Namun, apakah takhayul benar-benar bertentangan dengan ilmu pengetahuan? Beberapa psikolog percaya bahwa perilaku takhayul berasal dari kebutuhan manusia akan penjelasan dan kendali. Dalam situasi ketidakpastian, jika orang tidak dapat menemukan penjelasan rasional, mereka akan mencari penjelasan supernaturalsebagai kompensasi. Selain itu, banyak perilaku takhayul, seperti ritual perayaan atlet, sebenarnya mengulang perilaku tertentu yang dapat mendatangkan kenyamanan dan kepercayaan diri psikologis.
Dalam psikologi, takhayul dijelaskan sebagai bagian dari sifat manusia. Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan pada tahun 1948, psikolog behavioris B.F. Skinner mempelajari perilaku takhayul yang ditunjukkan oleh merpati saat makan. Merpati menunjukkan beberapa perilaku teratur, yang pada gilirannya memengaruhi kemampuan mereka untuk memperoleh makanan. Perilaku ini tidak memiliki relevansi praktis, tetapi memberi burung harapan palsu akan datangnya makanan. Ini mengungkapkan bagaimana manusia terus berpegang teguh pada perilaku takhayul bahkan tanpa adanya bukti nyata.
"Takhayul adalah produk budaya. Takhayul tidak ada dalam waktu dan tempat tertentu, tetapi berkembang seiring waktu seiring perubahan peradaban manusia."
Dari perspektif psikologi evolusi, perilaku takhayul bahkan mungkin merupakan proses adaptif yang memungkinkan manusia mengatasi ketidakpastian dan krisis. Bagi sebagian orang, mengikuti perilaku takhayul bukan sekadar ritual sederhana, tetapi juga bentuk perlindungan diri psikologis.
Takhayul juga berperan dalam perilaku konsumen. Misalnya, sebuah penelitian mencatat bahwa konsumen sering kali dipengaruhi oleh takhayul saat berbelanja. Namun, yang menarik, perilaku ini tidak hanya memengaruhi pilihan individu, tetapi juga dapat memengaruhi tren di seluruh pasar. Diperkirakan bahwa pada "Black Friday" setiap tahun, total kerugian ekonomi akibat ketakutan masyarakat terhadap takhayul dapat mencapai miliaran dolar.
Jika takhayul dianggap sebagai bagian dari budaya, pengaruhnya dalam membentuk kebijakan publik dan perilaku sosial tidak dapat diremehkan. Beberapa kebijakan atau kata-kata dapat dipengaruhi oleh takhayul tertentu, yang secara tidak kasat mata memengaruhi nilai-nilai sosial dan pilihan masyarakat.
KesimpulanSingkatnya, daya tarik takhayul terletak pada kenyataan bahwa takhayul menyediakan cara bagi manusia untuk menghadapi hal-hal yang tidak diketahui dan ketidakpastian. Takhayul tidak hanya mencerminkan ketakutan dan keinginan manusia, tetapi juga mengungkap akumulasi budaya dan sejarah. Sebagai bagian dari kehidupan, takhayul tidak hanya membawa kepercayaan masa lalu tetapi juga mikrokosmos sejarah manusia. Dalam kesibukan hidup Anda, pernahkah Anda mengubah suasana hati atau pilihan Anda karena takhayul?